Kiri Sosial membuka ruang bagi kawan-kawan yang ingin berkontribusi pada Kirisosial.blog. Kami menerima kontribusi dalam bentuk artikel terjemahan yang memuat tentang inspirasi gerakan yang partisipatif atau tentang inspirasi persatuan. Silahkan kirim terjemahan anda melalui inbox FB atau kirim melalui kirisosial@gmail.com. Terimakasih

Berdiri Bersama Perempuan Palestina Melawan Pendudukan




Perempuan Palestina di Yerusalem juga rekan laki-laki mereka telah mengalami bentuk-bentuk penyiksaan terburuk sebelum dan selama penahanan. Mereka mengalami penyerangan yang semakin parah, pemukulan, interogasi yang panjang, tekanan psikologis, penggeledahan, ancaman pemerkosaan dan kurungan isolasi.


Pada Hari Perempuan Internasional, Berdirilah Bersama para Perempuan Palestina di Yerusalem








Sawsan Ramahi

8 Maret, 2019 pukul 9:40 pagi



Pada hari perempuan internasional, yang jatuh pada tanggal 8 maret setiap tahun, kita perlu meluangkan waktu untuk melihat apakah semua perempuan dapat menggunakan semua hak mereka diseluruh dunia. Apakah hak-hak perempuan terbatas pada Negara-negara tertentu, sementara yang lain terus menderita karena penindasan dan diskriminasi? Adakah perempuan yang berhak menggunakan semua hak mereka dan yang lainnya tidak memiliki pendukung dalam hal ini?


Hari perempuan internasional ini tidak dapat dianggap sebagai acara global sementara masih ada perempuan yang menjadi korban penindasan, diskriminasi dan penderitaan. Karena itu, inilah saatnya kita harus meluangkan waktu untuk memantau dan mempertimbangkan penderitaan yang telah berlangsung begitu lama, tetapi menjadi semakin parah dalam beberapa tahun terakhir.



Kita harus berdiri dengan para perempuan Palestina di Yerusalem yang menderita ditangan pendudukan Israel atas Kota Suci. Perempuan Jerusalem telah dan masih merupakan garis pertahanan pertama di Yerusalem terhadap pendudukan Israel, yang bertujuan untuk mengusir mereka, anak-anak mereka dan suami mereka dari tanahnya sendiri sehingga kehadiran Muslim dan Arab Kristen di kota ini terhapus tanpa jejak.

Para perempuan pemberani ini juga berada di garis depan dalam membela kebebasan beribadah di masjid-masjid dan gereja-gereja di Yerusalem, khususnya Masjid al-Aqsa. Mereka dihadang oleh pemukim Yahudi illegal dan serangan mereka ditempat-tempat suci, yang telah menjadi perjuangan sehari-hari; para perempuan Palestina dengan demikian menjadi duri di pihak otoritas dan polisi yang bertugas untuk pendudukan Israel.

Tidak ada keraguan bahwa pendudukan ini menyerang perempuan Yerusalem karena Israel sangat menyadari peran mereka dalam perjuangan rakyat Palestina. Inilah sebabnya mengapa Israel secara khusus menargetkan dan menyerang mereka dengan terang-terangan dengan mengabaikan hukum internasional dan hak asasi manusia yang menjamin hak-hak perempuan dalam perdamaian atau perang, termasuk mereka yang hidup dibawah pendudukan militer.

Pelanggaran paling signifikan dari kondisi sosial, ekonomi dan psikologis perempuan ini adalah kebijakan Israel mengenai penghancuran rumah dan pemindahan paksa yang menyebabkan seluruh keluarga harus meninggalkan kota asal mereka, dan kehilangan investasi serta tempat tinggal utama mereka. Kebijakan ini merupakan beban lain bagi para perempuan di Yerusalem, yang mendapat diri mereka mengahadapi tantangan baru yang terpaksa mereka jalani. Realitas yang menyakitkan ini termasuk dipindahkan ke daerah-daerah diluar Yerusalem, sehingga kartu identitas dan izin tinggal mereka dicabut; mereka dengan demikian kehilangan hak untuk tinggal secara permanen di kota tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan.

Kartu identitas dan izin tinggal juga dicabut, seperti halnya hak tinggal, jika para perempuan ini menggunakan hak asasi mereka untuk menikahi seseorang yang mereka pilih yang kebutulan berasal dari Tepi Barat atau Jalur Gaza. Orang Israel memaksa mereka, pasangan hidup mereka dan anak-anak mereka ke dalam diaspora sebagai pengungsi permanen. 




Pasien kanker parempuan di Jalur Gaza melakukan mogok makan sebagai protes atas keputusan Israel untuk tidak mengizinkan mereka melakukan perjalanan melalui persimpangan Erez untuk mencari perawatan medis di Israel (Mohammed Asad / Midle East Monitor).

Semua ini merupakan tambahan dari kebijakan Israel untuk menyita tanah dan harta benda, yang menyebabkan meningkatnya tingkat kemiskinan di Yerusalem. Ini diperburuk oleh ketidakmampuan perempuan untuk mengakses pasar tenaga kerja karena pos pemeriksaan tetap maupun pos bergerak milik Israel dan pembatasan pergerakan antara Yerusalem dan Kota-kota serta pinggiran Kota pedalaman Tepi Barat.

Diantara pelanggaran yang paling menonjol terhadap perempuan oleh Israel adalah penahanan sewenang-wenang mereka. Negara itu telah menahan 88 tahanan perempuan dari Yerusalem termasuk enam remaja dibawah usia 18 tahun dan empat perempuan tua. Selama 2018, 31 perempuan Jerusalem termasuk dua gadis dibawah usia 18 tahun ditangkap.

Selama tahun-tahun pendudukan Israel, perempuan Palestina di Yerusalem juga rekan laki-laki mereka telah mengalami bentuk-bentuk penyiksaan terburuk sebelum dan selama penahanan. Mereka mengalami penyerangan yang semakin parah, pemukulan, interogasi yang panjang, tekanan psikologis, penggeledahan, ancaman pemerkosaan dan kurungan isolasi.

Selain itu, para perempuan ini dirampas hak asasi mendasar manusia: kebebasan untuk beribadah. Jika mereka memainkan peran penting dalam mempertahankan Masjid Al-Aqsa terhadap serangan pemukim ilegal, meraka akan dianiaya, ditangkap, diinterogasi, ditempatkan dibawah tahanan rumah dan dijauhkan dari Suaka Suci dan sisa Kota Tua yang diduduki selama berhari-hari atau bahkan berbulan-bulan. Dalam beberapa kasus, mereka dijauhkan dari rumah mereka sendiri.

Seolah-olah semua ini tidak cukup, pemukim Israel di Yerusalem juga menyerang perempuan Palestina; para pemukim memukuli mereka, melempari mereka dengan batu, mengucapkan kalimat rasis, melepaskan kerudung mereka, menembak, mengejar dan terkadang menerobos masuk ke rumah mereka dan menghancurkan harta benda mereka. Semua ini terjadi didepan mata tentara Israel, yang tidak melakukan apapun untuk menghentikan kekerasan dan ancaman.

Ini menunjukkan bahwa otoritas Israel berusaha untuk menargetkan para perempuan di Yerusalem untuk menghancurkan persatuan dan kekompakan keluarga mereka dan merusak kemampuan perempuan untuk bertahan dan menantang pendudukan. Hal ini memungkinkan Israel untuk melanjutkan langkah-langkahnya ke Yudaisasi dan “Israelisasi” kota, serta melenyapkan identitas Muslim dan Kristen Palestina.

Oleh karena itu, perempuan diseluruh dunia harus berdiri dalam solidaritas dengan saudara perempuan mereka di Yerusalem, serta meningkatkan kesadaran akan tujuan mereka. Kita harus, kita semua, mengambil tindakan disetiap tingkatan untuk mencari keadilan atas nama mereka dan memaksa Israel yang mengklaim sebagai Negara demokrasi untuk menghentikan kekerasan dan diskriminasi terhadap orang-orang Arab Palestina di Yerusalem, tidak terkecuali para perempuan di Kota itu.

Untuk tujuan ini, inisiatif #WeAreAllMary diluncurkan oleh Asosiasi Kebudayaan Interasional Yerusalem (Okad) di Turki pada 28 Januari dan akan berakhir pada Hari Perempuan Internasional. Inisiatif ini bertujuan untuk menjelaskan penderitaan para perempuan di Yerusalem dan bentuk-bentuk penindasan dan ketidakadilan terburuk yang mereka alami dibawah pendudukan Israel. 




Seorang perempuan Palestina mengibarkan bendera Palestina selama demonstrasi “Great March of Return” di dekat perbatasan Israel-Gaza, di Khan Yunis, Gaza pada 01 Maret 2019. (Mustafa Hassona — Anadolu agency)

Sebagai ibunda Yesus, teladan Maria dipilih sebagai simbol penderitaan dan penindasan di Yerusalem, dan juga karena kesabarannya. Namanya yang terberkati menghubungkan Islam dan Kristen, karena semua perempuan di Yerusalem menderita akibat pendudukan Israel, terlepas dari agama mereka.

Kampanye ini diluncurkan dalam empat bahasa: Arab, Turki, Inggris, dan Perancis sehingga mencakup jumlah aktivis sebanyak mungkin diseluruh dunia. Ini telah menonjol diberbagai media sosial termasuk Twitter, Facebook, dan Instagram, disamping berbagai kegiatan dan acara. Namun demikian, keadaan yang menyedihkan dari para perempuan di Yerusalem membutuhkan upaya yang lebih besar, terutama di Negara-negara Barat dan Negara-negara maju yang membanggakan pemberian hak penuh pada perempuan.

Organisasi-organisasi Palestina yang resmi dan populer, khususnya di Barat, didesak untuk bekerja sama dengan kelompok-kelompok yang mendukung perjuangan Palestina serta organisasi-organisasi Parempuan disetiap tingkatan untuk melindungi perempuan Palestina pada umumnya dan Jerusalem pada khususnya. Mereka seperti perempuan diseluruh dunia, layak hidup dengan martabat dan kebebasan.


Pandangan yang diungkapkan dalam artikel ini adalah milik penulis dan tidak mencerminkan kebijakan editorial Monitor Timur Tengah.

No comments

Powered by Blogger.