Kiri Sosial membuka ruang bagi kawan-kawan yang ingin berkontribusi pada Kirisosial.blog. Kami menerima kontribusi dalam bentuk artikel terjemahan yang memuat tentang inspirasi gerakan yang partisipatif atau tentang inspirasi persatuan. Silahkan kirim terjemahan anda melalui inbox FB atau kirim melalui kirisosial@gmail.com. Terimakasih

Kebrutalan Rezim Militer Myanmar

Pengungsu Rohingya di Bangladesh

Pengungsi Rohingya Tewas Saat Melarikan Diri Dari Myanmar


Sekitar 27.400 Warga Muslin Rohingya telah menyeberang ke Bangladesh dari Myanmar sejak Jumat.

Penjaga perbatasan Bangladesh telah menemukan dua lusin mayat di pantai negara tersebut dalam dua hari terakhir, karena puluhan ribu Muslim Rohingya berusaha menyelamatkan diri dari aksi kekerasan yang terjadi di Myanmar.

Jenazah 11 anak-anak Rohingya dan sembilan perempuan, terdampar di sisi sungai Naf di Bangladesh setelah kapal mereka terbalik, kata Ariful Islam, seorang komandan penjaga perbatasan Bangladesh.

Pada hari Rabu, jenazah dua perempuan Rohingya dan dua anak ditemukan setelah kapal mereka ditembak oleh Polisi Perbatasan Myanmar, kata Islam.



Pejabat di Bangladesh mengatakan meningkatnya jumlah orang Rohingya yang mencoba menyeberangi sungai Naf-- yang membelah kedua negara itu-- dengan kapal-kapal reyot tanpa perlengkapan yang memadai untuk menghadapi ombak besar, saat mereka semakin putus asa akibat kekerasan terburuk yang melibatkan minoritas Myanmar setidaknya dalam lima tahun.

Menurut tiga sumber dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, sekitar 27.400 warga Rohingya telah menyeberang ke Bangladesh dari Myanmar sejak Jumat, setelah gerilyawan Rohingya menyerang pos polisi dan sebuah pangkalan militer di negara bagian Rakhine, yang menyebabkan bentrokan yang menewaskan sedikitnya 117 orang.

Seorang korban selamat mengatakan kepada AFP bahwa kapal kecil dan penuh sesak, terbalik akibat ombak besar di dekat muara sungai Naf yang dekat dengan laut.

"Tidak ada yang tahu cara menavigasi di perairan laut. Saat ombak besar menerjang perahu, kami menjadi panik," kata Shah Karim.

Sekitar 1,1 juta Muslim Rohingya tinggal di negara bagian Myanmar, Rakhine, namun mereka ditolak kewarganegaraannya dan dipandang oleh banyak pejabat di Myanmar sebagai "imigran ilegal".

Sementara itu, Bangladesh juga semakin semakin bermusuhan dengan Rohingya, di mana lebih dari 400.000 warga Rohingya tinggal di negara Asia Selatan itu, setelah melarikan diri dari Myanmar sejak awal tahun 1990an.

Bangladesh telah mendeportasi 366 orang Rohingya, yang mencoba memasuki negara itu terutama dengan kapal kayu kecil pada hari Rabu lalu, meskipun ribuan lainnya telah mendirikan kamp sementara di sepanjang perbatasan antara kedua negara tersebut.

"Kami telah memberikan perlindungan kepada sejumlah besar pengungsi asal Rohingya di Bangladesh atas dasar kemanusiaan dan ini adalah masalah besar bagi kami," kata Perdana Menteri Sheikh Hasina, menurut BSS, kantor berita pemerintah.


Pemerintah Myanmar mengatakan pasukan keamanannya melakukan operasi pembersihan di Rakhine utara untuk membela negara tersebut terhadap "teroris ekstremis." Ribuan umat Buddha dari Rakhine dievakuasi sejak dimulainya pertempuran, katanya.


Chris Lewa, dari kelompok pemantau Rohingya, Arakan Project, mengatakan kepada Reuters bahwa tampaknya pasukan keamanan Myanmar berusaha mengusir sebagian besar penduduk Rohingya karena desa mereka telah habis dibakar.

"Apa yang kita dengar hanyalah, bakar, bakar, bakar," katanya. "Dan tampaknya menyebar dari selatan ke utara."

Abdullah, seorang warga Rohingya dari wilayah Buthidaung, mengatakan kepada Reuters bahwa empat dari enam dusun di desa Mee Chaung Zay telah dibakar oleh pasukan keamanan. Semua penduduknya terpaksa melarikan diri ke Bangladesh.

"Situasinya sangat mengerikan, rumah-rumah terbakar, semua orang lari dari rumah mereka, orang tua dan anak-anak terpisah, ada yang hilang, ada yang tewas," kata Abdullah.


Sumber : https://www.telesurtv.net//


Siapakah Muslim Rohingya dan Mereka Menggungsi Karena Apa?

Myanmar berada di bawah kediktatoran militer dari tahun 1962 sampai 2011. Periode ini ditandai dengan represi negara yang brutal, tidak hanya terhadap oposisi demokratis tapi juga pada etnis minoritas yang telah memperjuangkan hak yang lebih besar bagi penentuan nasib sendiri . Meski junta militer dibubarkan pada 2011, hari ini militer secara de facto masih berkuasa, sebuah pemerintahan yang dikontrol oleh militer.

Rohingya, yang sebagian besar beragama Islam, adalah etnis minoritas yang telah tinggal beberapa generasi di Myanmar. Mereka tinggal di Negara Bagian Rakhine, berbatasan dengan Bangladesh di Teluk Benggala, dengan populasi sekitar 800.000 jiwa. Orang-orang Rohingya telah mengalami penganiayaan sistematis selama beberapa dekade.

Mereka terpaksa melarikan diri karena mereka dicabut hak kewarganegaraannya, di tanah air mereka sendiri, ditolak hak kewarganegaraan dan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan menjadi sasaran bagi kerja paksa. Orang-orang Rohingya juga menjadi sasaran kekerasan komunal. Kekerasan komunal yang paling terakhir di tahun 2012 membuat ratusan orang tewas dan memaksa Muslim Rohingya untuk meninggalkan rumah mereka, menyebabkan 140.000 orang kehilangan tempat tinggal di dalam wilayah mereka sendiri.

Kelas penguasa di Myanmar mempertahankan kekuasaan diktator mereka terhadap seluruh masyarakat Myanmar bukan hanya dengan mengandalkan senjata dan pentungan, tetapi juga mengkombinasikannya dengan nasionalisme Burma dan Buddhisme Theravada. Hal ini adalah taktik rezim militer yang berkuasa, untuk memecah belah (membuat konflik horisontal) dengan kelompok reaksioner

Bahkan ikon aktivis demokrasi dari partai oposisi Ann San Suu Kyi (sekarang telah menjadi Partai penguasa, setelah memenangkan pemilu 2015) hanya diam ditangan penganiayaan sistematis terhadap Muslim Rohingya. Keheningannya yang memekakkan telinga adalah bukti keterbatasan kaum demokrat borjuis.

Dengan mengacu pada pandangannya di pemilihan November, dimana partainya mengumpulkan dukungan dari para biarawan - banyak di antaranya reaksioner – yang dianggap patriotik karena membela negara Buddha.

Karena tidak mampu memperjuangkan perjuangan kelas yang bisa memotong perbedaan etnis dan agama di masyarakat dan menyatukan seluruh pekerja dan petani melawan junta yang berkuasa, kaum demokrat borjuis Myanmar dipaksa untuk bergantung pada demokrasi formal, yang berarti memenangkan suara dari Bamar (kelompok etnis yang dominan di Myanmar) dan daerah pemilihan Buddha dengan mengorbankan minoritas lainnya.

Beberapa dekade kekerasan dan penindasan negara terhadap orang-orang Rohingya dengan tak disengaja mengingatkan pada propaganda kebencian yang diarahkan pada populasi Tutsi menjelang genosida Rwanda.

Pada bulan November 2012, United to End Genoside memperingatkan pemerintahan Obama untuk mengambil langkah segera dan kuat untuk menghentikan kekerasan sistematis dan serangan terhadap Muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine.


Namun Pemerintahan Obama justru melakukan tindakan sebaliknya, mencabut sanksi terhadap Myanmar dan juga telah memberikan bantuan bagi rezim militer tersebut.

Lengkapnya silahkan baca di sumbernya  :

No comments

Powered by Blogger.