Media Mainstream Menyerang Demokrasi Venezuela
Apa Yang Salah Dari Media Mainstream Tentang Majelis Konstituante Venezuela?
Warga Venezuela hari minggu lalu memilih perwakilan untuk Majelis Nasional Konstituante, di tengah apa yang pemerintah Venezuela sebut sebagai kampanye media yang ditargetkan untuk mengacaukan negara itu dan untuk menghancurkan kedaulatannya.
Media internasional dengan cepat mendiskreditkan pemungutan suara, mempublikasikan gambaran laporan yang salah mengenai proses pemilihan yang bersejarah ini.
Surat kabar AS, Washington Post, misalnya, menulis "keputusan untuk mengadakan pemungutan suara tampaknya akan memperpanjang dan memperdalam penderitaan rakyat Venezuela" - terlepas dari jaminan dari Presiden Venezuela Nicolas Maduro bahwa tujuan pemilihan tersebut adalah untuk meredakan konflik politik dan ekonomi dengan pihak oposisi sayap kanan.
Washington Post juga menegaskan 2,8 juta pekerja di negara itu "berisiko kehilangan pekerjaan mereka jika mereka tidak memberikan suara."
Media-media itu melangkah lebih jauh lagi, mengklaim bahwa pemililihan di Venezuela itu dan berlangsung secara demokratis mereprentasikan "tantangan langsung" terhadap pemerintahan AS dibawah Presiden Donald Trump setelah mereka menuntut agar pemerintah Venezuela membatalkan pemungutan suara.
Mereka mengatakan, Maduro "pada hari Minggu itu sengaja menantang dengan ikrarnya" untuk mengadakan pemilihan, "akan menciptakan panggung baru yang sangat rentan dalam krisis yang telah lama mendidih, yang bisa membuat kediktatoran terbaru di Belahan Dunia Barat."
Namun, komentar yang meradang ini tidak mau mengakui bahwa hak untuk menyelanggarakan Majelis Konstituante Nasional adalah hak yang ada dalam konstitusi negara tersebut dan didukung oleh beberapa pasal yang tertulis di dalam nya. Dan memang ada kebebasan mutlak bagi anggota Majelis Konstituante untuk membuat perubahan pada konstitusi, kebebasan yang dilindungi berdasarkan pasal-pasal ini.
Sementara itu, Deutsche Welle dari Jerman mengatakan bahwa pemilihan tersebut "akan memperkuat sebuah kediktatoran sosialis" - mengabaikan fakta bahwa rakyat Venezuela berhak untuk membentuk Majelis Konstituante dan bahwa konstitusi baru perlu disetujui oleh rakyat.
Media Inggris, BBC merujuk kematian baru-baru ini selama demonstrasi dengan kekerasan di Caracas, yang menempatkan tanggung jawab penuh pada Angkatan Bersenjata Venezuela atas bentrokan antara pemrotes dan pasukan keamanan.
Tapi Angkatan Bersenjata Venezuela telah menolak tuduhan tersebut. Dalam sebuah konferensi pers pada hari Minggu, Menteri Pertahanan Vladimir Padrino Lopez mengatakan bahwa tidak satu pun korban luka atau kematian yang dapat dikaitkan dengan Angkatan Bersenjata. Artikel tersebut juga mengabaikan delapan anggota Angkatan Bersenjata yang terluka parah saat melindungi hak rakyat Venezuela untuk memilih.
CNN, yang memang sudah sejak lama mengkritik pemerintah Venezuela, berpendapat bahwa Majelis Konstituante dikendalikan oleh Maduro dan bahwa "pemungutan suara tersebut akan memberi kekuatan politik yang besar pada presiden ."
Pernyataan ini gagal untuk memperhitungkan bahwa tidak ada lembaga negara lain yang dapat ikut campur dalam badan legislatif yang baru tersebut. Hanya 545 pejabat yang dipilih oleh warga dari berbagai sektor masyarakat yang dapat menyusun konstitusi baru ini.
CNN juga melaporkan bahwa Maduro akan menggantikan Majelis Nasional Venezuela - sebuah situasi yang tidak pernah dinyatakan bahwa keputusan tersebut untuk melakukan pemungutan suara secara terbuka dan langsung.
Globe dan Mail Kanada mengatakan "pemilih secara luas memboikot" pemilihan tersebut, dan mengabaikan banyaknya foto dan video dimana orang-orang yang sedang mengantre untuk memilih pada pagi hari dan bahkan mengarungi rawa-rawa untuk mencapai tempat pemungutan suara. Artikel tersebut juga tidak menyertakan laporan bagimana mereka yang manula dan orang-orang penyandang cacat yang tak terhitung jumlahnya dengan bersemangat memberikan suara di seluruh negeri.
"Caracas sebagian besar ditutup dan jalanan nampak sepi serta tempat pemungutan suara kebanyakan kosong, ini menimbulkan pukulan pada legitimasi pemungutan suara," kata Globe and Mail tanpa bukti apapun.
The Guardian bergabung dengan kritik media utama lainnya, menyebut pemilihan itu sebuah tindakan yang akan "membunuh demokrasi negara kaya minyak itu."
Sekali lagi, artikel tersebut gagal untuk mengakui bahwa ada ribuan orang yang berjuang untuk mendapatkan kesempatan menjadi kandidat dalam pemilihan bersejarah ini, termasuk kandidat dari komunitas LGBT, organisasi kemasyarakatan dan kaum perempuan serta kaum tani .
Akhirnya, New York Times melaporkan pemilihan tersebut dengan tajuk utama: "Saat Venezuela Bersiap untuk Memilih, Beberapa Orang Takut, Seseorang Sedang Mengakhiri Demokrasi."
Artikel tersebut melaporkan, "Maduro mendorong sebuah rencana radikal untuk mengkonsolidasikan cengkeraman gerakan kirinya terhadap negara," lupa bahwa kandidat tidak dipilih sesuai dengan partai politik mereka, tetapi melalui kandidat individual.
Dalam salah satu tuduhan yang paling terang-terangan, surat kabar tersebut berpendapat bahwa Maduro "telah menolak untuk bernegosiasi dengan pemrotes jalanan," sebuah klaim yang secara terang-terangan mengabaikan seruan Maduro untuk dialog damai yang bahkan melalui panduan dari Vatikan.
Laporan New York Times ditutup dengan tuduhan bahwa presiden Venezuela sedang mencari "otoritas yang tidak terkontrol, yang sudah lama tidak terlihat sejak junta militer yang menghantui negara-negara Amerika Latin dalam beberapa dekade terakhir," karena Maduro dan Revolusi Bolivarian telah berjanji untuk melawan campur tangan eksternal yang sama yang membawa kediktatoran yang didukung AS ke wilayah itu pada tahun 60an.
No comments
Post a Comment