Rakyat Pelastina Tegak Berjuang
Mengapa Kemenangan Palestina Di Yerusalem Adalah Momen Yang Sangat Penting?
Oleh : Dr.Ramzy Baroud
Tentu saja, lebih banyak kekerasan akan menyusul, karena pendudukan Israel terus coba diperluas dan tanpa henti, namun rakyat Palestina tidak akan berhenti berjuang.
Bukanlah Fatah dan Hamas yang menonjol dalam demonstrasi massa yang digelar di sekitar kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem. Bukan juga karena tekanan Amerika Serikat, bukan juga sikap setengah hati Eropa yang hanya menyatakan "keprihatinan atas situasi yang terjadi;" Atau bukan juga deklarasi klise Arab yang membuat satu perbedaan. Juga bukan Pejabat Perserikatan Bangsa Bangsa yang memperingatkan adanya skenario eskalasi yang memburuk, namun pernyataan mereka hanyalah sekedar kata-kata belaka.
Gerakan massa yang bergerak spontan di Yerusalem, yang akhirnya mengalahkan rencana Israel untuk mengubah status Al-Aqsa adalah murni merupakan gerakan masyarakat. Meskipun harus ditebus dengan beberapa korban tewas dan ratusan lainnya terluka, hal itulah yang melawan pemerintah Israel maupun pemimpin Palestina yang berkianat.
Israel menutup kompleks Al-Aqsa pada 14 Juli, menyusul terjadinya baku tembak antara tiga orang bersenjata Palestina dan aparat pendudukan Israel. Kompleks ini dibuka kembali beberapa hari kemudian, namun rakyat Palestina yang militan menolak masuk, karena kamera dan detektor logam secara massif dipasang di gerbang kemanan.
Rakyat Yerusalem segera memahami implikasi tindakan Israel tersebut. Atas nama langkah keamanan tambahan, pemerintah Israel segera mengeksploitasi situasi tersebut untuk mengubah status Al-Aqsa, sebagai bagian dari upaya untuk lebih mengisolasi orang-orang Palestina.
Pasukan Israel menduduki Yerusalem Timur pada tahun 1967, dan mencaploknya pada tahun 1981 sebagai pembangkangan terhadap hukum internasional dan meskipun PBB menolak keras hal tersebut .
Selama 50 tahun, Yerusalem telah mengalami pertempuran sehari-hari. Orang-orang Israel bersikeras untuk memperluas pengaruhnya di kota tersebut, meningkatkan jumlah pemukiman Yahudi ilegal dan memotong Yerusalem dari wilayah-wilayah Palestina lainnya; Sementara orang-orang Palestina-- Muslim dan Kristen bersama-sama terus melawan balik.
Kompleks Al-Aqsa - juga dikenal sebagai Haram Al-Sharif atau Noble Sanctuary - adalah elemen paling simbolis dalam pertarungan ini. Ini adalah miniatur nasib kota yang diduduki, faktanya adalah nasib seluruh tanah Palestina.
Kompleks ini telah dikelola oleh sebuah lembaga independen Waqf Islam Yerusalem, melalui kesepakatan Israel-Yordania. Banyak politisi Israel di Partai Likud, partai sayap kanan dan koalisi pemerintah yang dipimpin Netanyahu telah mencoba untuk mengubah hal ini.
Rakyat Palestina mengerti bahwa nasib masjid mereka dan masa depan kota mereka saling terkait erat. Bagi mereka, jika Al-Aqsa hilang, maka Yerusalem benar-benar ditaklukkan.
Pertarungan ini, antara rakyat Palestina yang militan dan tentara Israel terjadi setiap hari, biasanya meningkat pada hari Jumat. Pada hari suci ini bagi umat Islam ini, puluhan ribu umat pergi ke Masjid Al-Aqsa untuk sholat, sering kali terdapat gerbang militer dan peraturan tentara yang baru. Orang-orang muda Palestina, khususnya, telah diblokir untuk mencapai Al-Aqsa, juga atas nama keamanan.
Tapi perjuangan untuk Yerusalem jarang diungkap oleh televisi termasuk jumlah korban yang tewas. Ini adalah perjuangan yang terus menerus dari rakyat Palestina untuk memperebutkan ruang, untuk identitas dan untuk menjaga keluhuran tanah suci mereka.
Dalam dua tahun terakhir, perjuangan telah meningkat lebih jauh ketika Israel mulai memperluas pemukiman ilegal di Yerusalem Timur dan partai-partai sayap kanan Israel mengeluarkan serangkaian aturan yang menargetkan orang-orang Palestina di kota tersebut. Salah satu aturan tersebut adalah aturan "panggilan untuk shalat/call for prayer", yang bertujuan untuk mencegah masjid agar tidak melakukan adzan subuh, seperti yang telah dilakukan selama satu milenium.
Kaum muda Palestina, banyak diantaranya lahir setelah Kesepakatan Oslo yang gagal, merasa muak saat militer Israel terus mengontrol setiap aspek kehidupan mereka dan juga karena kepemimpinan di Palestina yang korup dan hanya melayani diri sendiri, membuat pimpinan korup itu semakin tidak relevan di antara kaum muda Palestina
Rasa frustrasi ini telah diungkapkan dengan berbagai cara: dalam perlawanan tanpa kekerasan, gagasan politik baru, seni, musik, media sosial, dan juga melalui tindakan perlawanan-perlawanan individu.
Sejak Intifada Al-Quds yang paling baru dimulai pada bulan Oktober 2015, "sekitar 285 orang Palestina telah tewas baik saat melakukan aksi-aksi demonstrasi maupun karena serangan terang-terangan Israel maupun serangan yang diduga dilakukan oleh Israel" seperti yang dilaporkan Farah Najjar dan Zena Tahhan. Sekitar 47 orang Israel juga terbunuh pada periode yang sama.
Tapi Intifadah entah bagaimana tetap ada. Dan walaupun kelompok-kelompok Hak Asasi Manusia memprotes banyaknya pembunuhan tak beralasan yang dilakukan tentara pada rakyat Palestina namun di lapangan tidak terjadi banyak perubahan. Sementara itu Otoritas Palestina hampir sepenuhnya tak terpengaruh oleh situasi kekerasan yang dihadapi masyarakatnya setiap hari.
Baku tembak yang terjadi pada tanggal 14 Juli lalu, adalah episode kekerasan lain yang terjadi di Yerusalem dalam beberapa bulan terakhir. Setelah peristiwa semacam itu, wacana resmi Israel menyembunyikan fakta pendudukan militer sepenuhnya dan fokus pada masalah keamanan Israel yang disebabkan oleh "teror Palestina." Para politisi dengan cepat mengajukan undang-undang, usulan dan gagasan radikal baru untuk mengeksploitasi situasi tragis ini dan memperkuat status quo.
Mengingat kecilnya peluang yang dihadapi oleh rakyat Palestina, setiap analisis politik rasional akan menyimpulkan bahwa rakyat Palestina juga kalah dalam pertempuran kali ini.
Dengan Amerika Serikat mendukung sepenuhnya tindakan Israel dan masyarakat internasional yang mengambil jarak dan tidak tertarik, orang-orang di Yerusalem tidak mendapat kesempatan.
Tapi memahami konflik semacam itu, betapapun logisnya, sering kali terbukti sangat salah, karena menganggap remeh kekuatan rakyat.
Dalam konfrontasi terakhir ini, rakyat Palestina di Yerusalem menang, menghadirkan bentuk mobilisasi dan solidaritas rakyat Palestina yang mengesankan. Tentara Israel akhirnya memindahkan barikade dan detektor logam dan mendorong Israel ke ambang krisis politik yang melibatkan politisi yang marah, tentara, lembaga intelejen dan keamanan internal-Shin Bet.
Kemenangan rakyat itu sangat memalukan bagi Mahmoud Abbas, presiden Otoritas Palestina di Ramallah. Dia mencoba untuk "menunggangi demonstrasi tersebut", tapi gagal, menurut laporan Atlantik.
Faksi-faksi lain juga bergerak cepat untuk memobilisasi kemenangan rakyat, namun usaha mereka hanya untuk muncul dipanggung dan tidak tulus.
"Hari ini adalah hari yang menyenangkan, penuh dengan perayaan dan duka pada saat bersamaan - duka cita bagi orang-orang yang kehilangan nyawa mereka dan terluka," kata seorang demonstran kepada wartawan, saat ribuan orang menyerbu gerbang Yerusalem dengan membawa sajadah, bendera dan suara yang serak karena meneriakan yel-yel perlawanan selama hampir dua minggu.
"Ini adalah gerakan akar rumput, dan ini tidak dipimpin oleh Hamas atau Fatah yang merupakan pemimpin politik tradisional Palestina," seperti yang dilaporkan wartawan Imran Khan dari luar kompleks tersebut.
Gerakan akar rumput ini terdiri dari ribuan wanita, pria dan anak-anak. Mereka termasuk Zeina Amro, yang memasak setiap hari untuk mereka yang tetap teguh bertahan di luar kompleks, dia ditembak dengan peluru karet di kepala, namun kembali datang untuk mendorong orang-orang agar tetap berdiri pada tanah mereka di keesokan harinya.
Ini juga termasuk Yannyf Sakafi—seorang remaja , yang tugasnya memercikan air di atas orang-orang saat mereka duduk berjam-jam di bawah sinar matahari yang tak kenal ampun—dan menolak untuk bergerak.
Banyak juga orang Kristen Palestina yang datang untuk berdoa bersama saudara Muslim mereka.
Dari situasi di Yerusalem, rekaman-rekaman berita televisi dan foto-foto surat kabar menunjukkan bagaimana kerumunan besar banyak orang, berdiri, duduk, berdoa atau berlarian di antara peluru, suara bom dan ledakan gas air mata.
Tapi kerumunan orang yang terdiri dari individu-individu, seperti Zeina, Yousef dan banyak lagi, semua didorong oleh desakan mereka dalam menghadapi ketidakadilan dengan dada lapang mereka dalam kegigihan manusia-manusia yang memberikan inspirasi.
Tentu saja, lebih banyak kekerasan akan menyusul, karena pendudukan Israel terus coba diperluas dan tanpa henti, namun rakyat Palestina tidak akan berhenti berjuang. Mereka sudah tegak berjuang selama hampir 70 tahun.
Analisis politik rasional tidak mungkin bisa membayangkan bagaimana sebuah bangsa yang mengalami banyak rintangan masih dapat memobilisasi diri melawan tentara, dan menang.
Tapi kekuatan rakyat sering melebihi apa yang nampaknya rasional. Hampir tanpa pemimpin, orang-orang Palestina tetap menjadi bangsa yang kuat, disatukan oleh sebuah identitas yang didasarkan pada pilar-pilar hak asasi manusia, perlawanan dan ketabahan.
Ramzy Baroud telah menulis tentang Timur Tengah selama lebih dari 20 tahun. Dia adalah kolumnis sindikasi internasional, konsultan media, penulis beberapa buku dan pendiri PalestineChronicle.com. Buku-bukunya termasuk “Searching Jenin,” “The Second Palestinian Intifada,” dan yang terkahir “My Father Was a Freedom Fighter: Gaza’s Untold Story.”
No comments
Post a Comment