Kiri Sosial membuka ruang bagi kawan-kawan yang ingin berkontribusi pada Kirisosial.blog. Kami menerima kontribusi dalam bentuk artikel terjemahan yang memuat tentang inspirasi gerakan yang partisipatif atau tentang inspirasi persatuan. Silahkan kirim terjemahan anda melalui inbox FB atau kirim melalui kirisosial@gmail.com. Terimakasih

RAKYAT PHILIPINA MELAWAN DARURAT MILITER

Tolak Darurat Militer


Duterte memberlakukan darurat militer:
Gerakan Massa, Komunis dan Kaum Muslim Menegaskan untuk Melawan Balik


Rakyat Filipina menghadapi masa depan yang suram setelah deklarasi darurat militer Presiden Rodrigo Roa Duterte di provinsi Mindanao, yang berpenduduk 22 juta, menyusul terjadinya bentrokan bersenjata antara Angkatan Bersenjata Filipina dan kelompok kecil militan Islam, Maute. Semakin banyak, gerakan rakyat miskin di seantero negara Asia Tenggara merasa bahwa presiden yang kurang ajar dan tidak dapat diprediksi tersebut berusaha untuk menempatkan dirinya menjadi seorang diktator, kepala junta militer, dengan dalih untuk menghadapi "ancaman teroris" kelompok Maute.

"Memberlakukan darurat militer di seluruh Mindanao karena gejolak dan bentrokan di salah satu kotanya jelas merupakan reaksi berlebihan," Profesor Roland Simbulan dari Universitas Filipina, Manila mengatakan kepada teleSUR, mengacu pada ancaman Duterte sebelumnya untuk memberlakukan keadaan darurat militer sebagai bagian dari kebijakan anti-narkoba yang berdarah-darah. Simbulan adalah sarjana terkemuka tentang hubungan Filipina-A.S, terutama mengenai militerisasi yang didanai A.S. di negara tersebut.


"Sekarang, serangan kelompok Maute di satu kota di Mindanao telah memberinya alasan untuk menggunakan kekuatan darurat militernya," Simbulan menambahkan. "Di Amerika Serikat saja, bahkan ancaman keamanan nasional yang paling serius seperti serangan 9/11 terhadap pusat kekuatan politik dan ekonomi di A.S. tidak dijadikan alasan darurat militer untuk menangani situasi tersebut."

Suara Bangsamoro adalah kelompok Muslim-sayap kiri di Mindanao yang memperjuangkan hak rakyat Moro untuk menentukan nasib sendiri, juga menggalang perlawanan yang lebih luas secara nasional untuk melawan pemiskinan dan imperialisme—justru menyalahkan pemerintah yang terus menggunakan kekerasan sebagai metode negosiasi pada kelompok pemberontak di pulau itu; MILF, Front Pembebasan Islam Moro, juga kekerasan pemerintah untuk mengatasi kerusuhan sosial yang berakar pada masalah kemiskinan dan semi feodal.

"Selama pemerintah gagal mengatasi masalah mendasar rakyat Moro tentang petani yang tak punya tanah, kemiskinan yang meluas, monopoli kepemilikan tanah oleh elite Moro dan elite non-Moro, perkebunan skala besar dan operasi penambangan oleh perusahaan asing, dan mitra lokal mereka, pada saat yang bersamaan Pemerintah juga mengabaikan pelayanan dasar publik , kurangnya kesempatan kerja, dan lain-lain, situasi krisis perdamaian di umat muslim Mindanao dan seluruh Filipina akan terus terjadi, "kata pimpinan Suara Bangsamoro, Jerome Succor Aba dalam sebuah wawancara dengan Manila Today.

Amirah Ali Lidasan, mantan Ketua Suara Bangsmoro

Walaupun awalnya tindakan tersebut dimaksudkan hanya untuk 60 hari - dan seolah-olah bertujuan untuk mencegah penyebaran "ekstremisme" ke seluruh pulau yang dilanda kemiskinan РIstana Kepresidenan Malaca̱ang justru mengirimkan sinyal yang bertentangan dengan niat awal tersebut. Segera, setelah dikeluarkannya perintah tersebut, Duterte mengemukakan gagasan untuk meluaskan darurat militer di seluruh negeri, bahkan kemungkinan sampai setahun.

Rakyat di Filipina tahu betul apa itu darurat militer, mereka pernah hidup masa itu di bawah diktator Ferdinand Marcos, yang menerapkan darurat militer dari tahun 1972 sampai 1981.

"Pertama dan terutama, ini akan mengakibatkan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia oleh angkatan bersenjata Filipina, termasuk pelanggaran terhadap hukum internasional tentang hak asasi manusia," ujar Bernadette Ellorin dari BAYAN USA - cabang Aliansi Patriotik Baru A.S. - pada teleSUR. Selama masa darurat militer Marcos, kebrutalan pemerintah menjadi kebiasaan.

"Dengan darurat militer, Duterte semakin terang-terangan menguatkan Angkatan Bersenjata Philpina untuk mengintensifkan pembunuhan, penculikan, penyiksaan, penembakan tanpa pandang bulu, pendudukan militer di komunitas-komunitas, evakuasi paksa masyarakat dari desa-desa, pemboman udara, dan berbagai pelanggaran militer lainnya," Partai Komunis Filipina mengatakan dalam sebuah statementnya pada hari Rabu yang lalu.

"Duterte bermain api jika menurutnya (solusi darurat militer) adalah solusi untuk masalah Filipina," Jose Maria Sison, pendiri Partai Komunis Filipina, menambahkan dalam sebuah wawancara terpisah.

Momentum deklarasi darurat militer tersebut juga sangat membingungkan bagi pergerakan massa di seluruh negara itu danjuga bagi kekuatan Marxis-Leninis, karena terjadi dalam minggu yang sama dengan putaran kelima perundingan perdamaian antara pemerintah Filipina dan Aliansi gerilyawan Tentara Rakyat Baru, kader-kader Partai Komunis Filipina, dan gerakan Kekuatan Demokrasi Nasional (the New People's Army guerrillas, the Communist Party of the Philippines cadre, and the National Democratic Forces movement) Perundingan tersebut akan berlangsung di Belanda pada tanggal 27 Mei - 1 Juni. Duterte sebelumnya telah menunjukkan fleksibilitas yang baik terhadap tuntutan kelompok-kelompok gerakan massa, baik pada saat menjadi Walikota Davao City, dan saat awal-awal menjadi presiden.

Namun, tanda-tanda akan adanya perdamaian secara terbatas dengan NPA, CPP, dan NDF tidak akan lagi ditolerir oleh oligarki yang didukung A.S. atau petinggi-petinggi utama militer.

"Perundingan damai dirancang pada tahun 1992 dengan tujuan untuk menangani akar konflik bersenjata, yang terus menyababkan kemiskinan, petani tak punya tanah, dan pengangguran bagi sebagian besar masyarakat Filipina," kata Ellorin. "Perundiangan damai tetap menjadi arena yang sah dan penting untuk memperjuangkan perubahan yang pro-rakyat, seperti reformasi ekonomi dan sosial yang sedang dibahas saat ini, termasuk distribusi lahan secara gratis dan industrialisasi nasional."

"Sekarang setelah perundingan damai berada pada tahap di mana kepentingan oligarki akan terganggu dalam diskusi dan penyusunan Kesepakatan Komprehensif mengenai Reformasi Sosial dan Ekonomi,(CASER ) kita tahu bahwa oligarki yang membantu Duterte selama pemilihan akan menekannya untuk mengambil sikap yang berbeda, "Amirah Ali Lidasan, seorang pejuang Moro dan mantan ketua Suara Bangsamoro, menjelaskan kepada teleSUR.



Prof Simbulan

Profesor Simbulan setuju, semakin meluasnya korupsi dan ketidakdisiplinan di dalam Angkatan Bersenjata Filipina dan Kepolisian Nasional Filipina. "Kita akan menyaksikan pelanggaran besar terhadap masyarakat marjinal yang dilindungi oleh kekuatan revolusioner CPP / NPA / NDF," katanya.

Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Federasi Buruh Pertanian atau UMA Pilipinas, Sekretaris Jenderal UMA Danilo "Ka Daning" Ramos menjelaskan, "darurat militer hanya akan menekan buruh, hak atas tanah dan hak asasi buruh pertanian dan rakyat Filipina. "

"Semua organiser dan anggota federasi buruh pertanian di Mindanao berisiko diserang oleh pasukan keamanan negara karena Kepala Pertahanan Lorenzana mencaplok tempat tersebut yang merupakan tempat berlindung bagi Tentara Rakyat Baru," dijelaskan lebih lanjut dalam statement tersebut.

Kekuatan progresif dan gerakan sosial digunakan untuk peperangannya pemerintah, namun tetap cemas akan dampak dari kebijakan kontra pemberontakan yang baru saja dikeluarkan, yang bisa menargetkan seluruh gerakan masyarakat miskin di seluruh negeri. Dalam beberapa pekan terakhir, organisasi massa telah memperoleh keuntungan yang signifikan, sebagian dengan memaksa Duterte untuk membuat beberapa pernyataan dan janji yang relatif progresif, seperti kesepakatan untuk menyerahkan perumahan kepada kaum miskin kota Bulacan dan dukungannya terhadap pekerjaan yang diluncurkan oleh petani tak bertanah di MARBAI di Madaum, Kota Tagum, yang berhasil merebut kembali tanah yang dicuri oleh oligarki Buah Lapanday pekan lalu.

Beberapa kelompok khawatir bahwa suasana baru yang didukung oleh militer A.S. akan menghilangkan capaian-capaian yang sudah didapat oleh gerakan massa belakangan ini.

"Ada laporan bahwa militer dan polisi setempat sudah siap siaga, tidak hanya atas perintah dari Lapanday Corporation (tapi juga karena) pengumuman darurat militer ini," kata Lidasan. "Jika mereka menyerang dan menyingkirkan petani sekali lagi, keuntungan untuk kampanye mereka akan hilang, bersamaan dengan hilangnya kepercayaan terhadap Presiden Digong," tambahnya, mengacu pada julukan Dutert'es.

"Darurat Militer tidak menguntungkan Digong - kecuali dia adalah diktator seperti ktitikan oleh kritikusnya, orang yang gila kekuasaan," organiser Moro tersebut melanjutkan. "Tapi dia juga rentan terhadap intrik militer dan dari tuan Amerika Serikatnya.. Ini akan menjauhkannya dari mayoritas rakyat. "

Banyak yang melihat intervensi A.S. dalam deklarasi darurat militer Duterte, dan mencatat bahwa "orang kuat" yang terkenal tersebut, pada kenyataannya, terbelah antara keinginan untuk mengikuti kebijakan luar negeri dan kepentingan nasional yang independen dan militerisasi kabinet feodalnya yang tunduk pada kehendak Washington.



Aksi anti Amerika di depan Kedubes AS
"Filipina adalah jajahan langsung A.S. dari tahun 1898 sampai 1946, dan dari tahun 1946 sampai hari ini tetap Amerika Serikat .. neokoloni dengan kemerdekaan," Ellorin menjelaskan. "Pemerintah Filipina tetap terikat pada kepentingan ekonomi, politik dan militer A.S."

"Meskipun dia pernah berbicara tentang 'melepaskan diri' dari A.S., Presiden Duterte belum menunjukkan bahwa dalam kebijakan," lanjutnya. "Mayoritas kebijakan pemerintah Filipina di bawah Duterte sama-sama menerapkan kebijakan ekonomi neoliberal seperti pendahulunya dan memungkinkan keberadaan militer A.S. di negara ini."

Namun, bagi Washington, usulan Duterte terhadap kekuatan progresif dan sikapnya sebagai presiden "kiri" pertama di negara tersebut telah terbukti tidak dapat ditolerir.

“Pengakuan Presiden Duterte terhadap pemerintah revolusioner dan dimulainya kembali perundingan perdamaian dengan Front Nasional Demokrasi Filipina tetap merupakan penyakit besar bagi kepentingan strategis Washington, "Ellorin menambahkan. "Washington mempengaruhi militeris garis-keras dan loyalis AS di kabinet Duterte untuk mendorong agenda perang habis-habisan, deklarasi darurat militer dan militerisasi yang lebih besar, membiayai AFP dalam operasi kontra gerilyawan terus-menerus di negara tersebut, dan memberi cap pada CPP dan NPA sebagai organisasi teroris asing. "

Profesor Simbulan setuju, bahwa dari pengamatannya tetap ada kepentingan Gedung Putih untuk menghentikan setiap reformasi progresif yang dapat membahayakan keuntungan perusahaan A.S. yang mengeksploitasi sumber daya, tanah dan tenaga kerja di negara tersebut.

"Pemerintah A.S. dan badan keamanan nasionalnya serta lembaga intelejennya mewaspadai poros Duterte dalam kebijakan luar negeri dan keamanan negara tersebut, yang tidak akan bergantung pada kehadiran perusahaan militer dan transnasional Amerika Serikat," katanya.

Dengan karakter neokolonial dari negara Filipina, organiser seperti Ellorin percaya bahwa kelanjutan perjuangan revolusioner adalah satu-satunya penjamin bagi keadilan sosial dan hak asasi manusia untuk rakyat negeri ini.

"BAYAN USA percaya bahwa di dalam gerakan rakyat Filipina, termasuk gerakan revolusioner, yang tetap paling menentukan dalam membawa demokrasi, keamanan, perdamaian dan keadilan yang abadi bagi Filipina.

Bagi mereka, kader CPP tampaknya tidak terkejut oleh ancaman darurat militer Duterte, dengan nada menantang dan percaya diri tetap menegaskan untuk melawan pemerintah Filipina melalui semua sarana yang ada."

"Rakyat Filipina harus melaksanakan dan mengintensifkan tindakan protes massa secara nasional, mengangkat panji-panji tuntutan untuk mengakhiri darurat militer, menuntut peraturan sipil dan penghormatan terhadap hak-hak politik dan hak-hak sipil serta menyoroti tuntutan dasar para pekerja dan petani dan gerakan demokratik lainnya, "Partai Komunis mengumumkan dalam pernyataan resminya pada hari Rabu yang lalu.

“Dalam menghadapi pengumuman darurat militer rezim Duterte di Mindanao, kebutuhan untuk melancarkan perjuangan bersenjata revolusioner menjadi semakin jelas, "lanjut pernyataan tersebut. "Dengan demikian, Tentara Rakyat Baru harus siap untuk mempercepat perekrutan pejuang Merah baru karena undang-undang darurat militer Duterte meyakinkan lebih banyak orang untuk mengangkat senjata melawan sistem busuk tersebut. Partai menyerukan NPA untuk merencanakan dan melakukan serangan taktis di Mindanao dan seluruh kepulauan. "

Bagi Profesor Simbulan, sebagai orang yang telah lama mengamati dan juga sebagai partisipan dalam perjuangan rakyat, para pejuang merah lebih dari siap menghadapi krisis saat ini.

"Pasukan progresif dan revolusioner di Filipina tidak hanya sudah pernah mengalami serangan paling represif lebih dari empat dekade oleh angkatan bersenjata dan pemerintah, terutama selama darurat militer kediktatoran Marcos, namun kini telah memperluas dan mengkonsolidasikan kekuatannya setidaknya di 70 dari 82 provinsi di negara ini, "lanjut Simbulan.

"Ini adalah angkatan bersenjata revolusioner dan progresif yang paling berpengalaman dan paling maju di Asia, dan pasti siap untuk membela rakyat di daerah perkotaan dan pedesaan."


Sumber : http://www.telesurtv.net/

No comments

Powered by Blogger.