Kiri Sosial membuka ruang bagi kawan-kawan yang ingin berkontribusi pada Kirisosial.blog. Kami menerima kontribusi dalam bentuk artikel terjemahan yang memuat tentang inspirasi gerakan yang partisipatif atau tentang inspirasi persatuan. Silahkan kirim terjemahan anda melalui inbox FB atau kirim melalui kirisosial@gmail.com. Terimakasih

BURUH BELAJAR PENGALAMAN GERAKAN RAKYAT AMERIKA LATIN:


Pengantar:

Semenjak beberapa waktu yang lalu--sekarang ini sudah masuk putaran ke 9, kawan-kawan buruh anggota Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI) mengadakan diskusi "Buruh dan Politik" setiap Selasa malam. Di mulai dari 19.00 Wib hingga jam 21.30. Dan selama putaran awal sampai sebelumnya, tema yang didiskusikan terutama tentang pengalaman perubahan sosial di negara-negara Amerika Latin, yang kemudian dikontekskan dengan situasi di Indonesia.


Dengan slogan "Militan Itu Belajar" dan "Jangan Takut Pintar" kawan-kawan buruh sepulang kerja, meluangkan waktu bersama-sama untuk memperbanyak pengatahuan, yang belakangan ini bahkan harus melawan hujan deras yang entah kenapa selalu terjadi di hari selasa malam.




Dari menolak PP 78/2015, lalu menggugat paket kebijakan ekonomi:

Sudah setahun lebih 4 bulan Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2015 tentang Pengupahan ini telah sah sebagai acuan pengusaha menentukan upah buruh. Pada 30 Oktober 2015 puluhan ribu buruh memenuhi jalanan depan Istana Negara untuk menolak kebijakan tersebut yang berunjung pembubaran paksa aparat gabungan dan setelahnya diikuti dengan kriminalisasi 1 mahasiswa, 2 pengacara publik dan 23 buruh.


Tulisan ini tidak akan lebih jauh membahas aksi-aksi penolakan PP78 karena Serikat Buruh yang sejak awal menentang model pengupahan tersebut sampai kini belum berhenti. Kita akan membahas, apa cerita dibalik PP78? Kenapa pemerintah mengeluarkan peraturan ini? Dan bagaimana situasi ekonomi-politik yang mendukungnya ? ---bukan berarti merendahkan upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mencabut model pengupahan ini, justru melangkah lebih jauh dengan sadar untuk membangun perjuangan bersama tanpa batas sektor demi menrontokkan model kebijakan ekonomi-politik yang merampas ruang hidup dan merusak alam semata-mata untuk profit.

Menurut pemerintah ada beberapa alasan, salah satunya “perlindungan upah” dan salah duanya “kepastian upah” dan lainnya. Tetapi, siapakah yang dimaksud oleh pemerintah? Pengusaha atau Buruh? kawan – kawan-kawan buruh sepertinya sudah merasakan, kan ?

Seperti apa yang dinyatakan pemerintah mengenai daya beli rakyat menurun, sehingga berpengaruh dalam kegiatan bisnis pengusaha. Bagaimana jika kita balik menjadi pertanyaan, apakah daya bisnis pengusaha meningkat lalu daya beli rakyat secara otomatis juga meningkat, tidak sesederhana itu, kan !.

Dalam membangun usaha, pebisnis tidak akan luput membuat perencanaan dengan lengkap, walau bisnisnya belum terjadi. Sang pemilik modal berupaya untuk memprediksi upah yang harus dikeluarkan, memprediksi keuntungan, keuntungan akan diinventasikan untuk pembesaaran bisnis atau kepada pebisnis lain (mencari keuntungan lain), berapa biaya melancarkan ijin usaha serta ijin lahan, dsb---jangan-jangan biaya membuat perencanaan juga dihitung. Begitulah pikiran pengusaha, dalam melipatgandakan modalnya harus sesuai dengan keinginannya, agar tidak rugi.

Tentu saja pengusaha tidak ingin rugi, bahwa segala upaya akan dilakukannya agar “modal” menjadi “komoditas” menjadi lagi “modal berlipat” (M – C – M2), begitu seterusnya—itulah yang sering disebut kapitalisme. Pengusaha tidak ingin: untung berkurang, tidak dapat untung, potensi untung hilang. Namun tanpa buruh, apakah tercipta barang/jasa, modal berlipatganda? Dan seperti apa jadinya dunia bila tidak ada produksi. Maka itulah, buruh merupakan pencipta kekayaan sosial di dunia ini yang harus mendapat perlindungan dan kesejahteraan serta hak manjadi manusia utuh—yang bebas mengembangkan potensinya bukan atas kehendak pemodal.

Lalu, dalam situasi saat ini apakah pemilik modal akan rugi bila kehilangan buruh dalam jumlah yang sedikit? Tentu tidak. Buktinya PHK selalu terjadi, karena kontrak telah habis bahkan pemecatan sepihak itu dilakukan dengan alasan masih banyak pengangguran di Indonesia, berikanlah mereka kesempatan untuk bekerja; upah buruh terlalu tinggi; kenaikan upah susah diprediksi; daya beli rakyat turun—begitu seterusnya.

Kebohongan sistem upah:
PP78 berperan untuk memastikan upah buruh. Perhitungan menjadi pasti karena ditentukan dari inflasi 5% + pertumbuhan ekonomi 5% = upah buruh naik 10%, itupun kalau inflasi dan pertumbuhan ekonomi mencapai 5%--kalau mengalami penurunan, bagaimana?!. Dengan demikian, yang diuntungkan adalah pengusaha, agar dapat merencanakan sesuatunya dengan upah buruh yang murah.

Perhitungan upah melalui PP78 dengan sebelumnya tidak jauh berbeda. Memang sebelumnya berdasarkan KHL (kebutuhan hidup layak) yang didalamnya berisi 64 komponen. Dalam perumusan, dibahas oleh perwakilan pemerintah, pengusaha (Apindo) dan buruh yang selanjutnya disebut Dewan Pengupahan. Sudah adil? tentu tidak, dibuktikan dengan survei berdasarkan tempat yang berbeda: pasar induk oleh pemerintah-pengusaha, sedang buruh lebih memilih kios terdekat. Alhasil, angka yang diberikan buruh dan pemerintah dan pengusaha ditentukan melalui voting karena berbeda.

Misalnya harga beras versi buruh Rp 10.000 (warung) dan pemerintah-pengusaha Rp 8.500 (pasar induk) angka akan di voting. Walau buruh menang dalam voting, yang menentukan upah tetap Gubernur. Buruh menang dengan angka upahnya, pengusaha menggugat ke PTUN. Buruh menang gugatan, pengusaha minta penangguhan upah, dan seterusnya. Jika buruh bersih keras dan melakukan demonstrasi, tolak ukur kompromi angka tetap saja berat ke kanan—pengusaha. Buruh masih memaksa, PHK dan penjara hasilnya.

Tahun 2012 upah buruh berhasil naik 22% atau 600 atau 700 ribu setelah melakukan aksi-aksi perlawanan yang begitu massif di semua kota, khususnya Jabotabek--sebelumnya biasanya naik 200 ribuan. Ditahun yang sama, harga BBM naik. Lantas upah kita bertambah, pengeluaran kita juga bertambah. Belum harga sembako yang terus naik. Tahun 2017 trejadi banyak kenaikan harga: cabe’, tarif listrik, pajak kendaraan, iuran BPJS, biaya kuliah mahal, biaya sewa rumah dsb. Jadi sekalipun upah naik, hidup kita masih dalam garis kemiskinan.

Menggugat Paket Ekonomi Neoliberal:
Bagaimana gerakan rakyat di Amerika Latin? Secara umum, gelombang perlawanan yang besar justru gerakan tani dan masyarakat adat. Perjanjian perdagangan menjadi kenyataan buruk yang merampas ruang hidup dan merusak alam. Perlawanan terhadap perampasan tanah, privatisasi air, pembangunan infrastruktur lainnya memantik kemarahan rakyat. Perlawanan-peralawan yang bermunculan di tingkat lokal didorong menjadi perlawanan umum menolak perjanjian pergangan bebas se Amerika. Isu semakin ditingkatkan dan perlawanan terus menggalangan dukungan lintas sektor, tidak lagi hanya tani atau masyarakat adat. Selain melawan perjanjian perdagangan, gerakan rakyat di Amerika Latin pun menentang hutang luar negeri, pencabutan subsidi, dan isu-isu demokrasi.

Mereka menuntut pelibatan rakyat secara demokratis dalam menentukan pengelolaan SDA dan lainnya. Pemerintah harus melakukan konsultasi publik atau menggelar referedum dalam memutuskan sesuatu. Sebelumnya, referendum dilakukan untuk mengorganisasikan penolakan terhadap perjanjian perdangan bebas, dan permasalahan sektoral seperti privatisasi air, perampasan tanah, dsb.

Seperti halnya PP78, yang merupakan bagian dari Paket Ekonomi--jilid IV. Akan tetapi secara keseluruhan Paket ini merupakan fasilitas bagi investor yang menanamkan modal dan membangun usaha di Indonesia. Kebijakan yang mengacu pada ekonomi global ini mengaharuskan memberi kemudahan para pengusaha. Alhasil, mempercepat pembebasan lahan, mempermudah peminjaman uang ke bank, keringanan pajak, subsidi energi, termasuk upah yang dipastikan murah.

Lajunya pembangunan nasional tidak mempengaruhi kesejahteraan rakyat. Ditahun 2016 tercata data anak gizi buruk masih tinggi 5.7% dan kurang gizi 13,9%, angka kematian ibu melahirkan mencapai 395 per 100 ribu kelahiran, masih ada 4.1 juta anak yang tidak mengeyam bangku sekolah, tahun 2014 tercatat 120 juta orang tidak punya rumah, 7.02 juta pengangguran, dan lainnya. Pembangunan infrastruktur model saat ini, tercatat oleh KPA pada tahun 2016 terjadi 450 konflik agraria. Dan sudah menjadi rahasia umum bahwa hutang luar negeri mencapai 4215 triliun, setiap orang Indonesia menanggung beban hutang luar negeri masing-masing 13 juta rupiah.

Maka itulah, membutuhkan dukungan yang begitu luas, dan perjuangan gerakan rakyat di Indonesia perlu mendorong maju isu perjuangannya tidak terbatas lagi kerena masalah masing-masing sektoral—guna menjangkau seluruh elemen rakyat. Perjuangan bersama lintas sektor ini untuk menggugat model pembangunan dan menuntut agar rakyat secara aktif dilibatkan dalam menentukan kebijakan melalui konsultasi publik dan dengan referendum, sehingga apapun keputusannya berdasarkan kebutuhan pembangunan potensi rakyat Indonesia maupun dunia.

Terakhir, dan juga tidak kalah penting membangun soidairtas dunia, khususnya kepada negara-negara Amerika Latin seperti Cuba, Venezuela, Ekuador, dll. Karena model pembangunan manusia di negara-neagra tersebut lebih baik ketimbang model neoliberal ala Amerika Serikat dan negara-negara penjajah lain. Jika negara-negara Amerika Latin yang sudah mengarah pada sistem yang lebih memanusiakan menusia berhasil dihancurkan maka akan sangat sulit membayangkan model alternatif untuk masa depan kesejahteraan rakyat
Tulisan ini adalah catatan kecil dari kelompok belajar buruh yang diselenggarakan setiap Selasa malam di kantor FBTPI (Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia)

No comments

Powered by Blogger.