[UPDATE] 194 AKADEMISI INDONESIA MENOLAK PABRIK SEMEN DI PEGUNUNGAN KENDENG
Dukungan makin bertambah, dari 77 sekarang sudah ada 194 akademisi yang mencantumkan namanya menolak penambangan semen di Kendeng Utara dihentikan.
Rabu 5 April kemarin enam orang perwakilan dari Aliansi Akademisi Indonesia untuk Kendeng Lestari merilis dukungan dari ratusan akademisi se-Indonesia untuk warga pegunungan Kendeng yang menolak penambangan pabrik semen. Konferensi pers dilakukan di kampus UI Salemba, Jakarta.
"Nama-nama akademisi akan terus bertambah dan meluas" ujar Siti Rahma Koordinator Aliansi.
Berikut ini rilis yang sudah di update,
SERUAN MORAL AKADEMISI INDONESIA:
“KEMBALIKAN KEDAULATAN RUANG HIDUP DAN EKOLOGI RAKYAT KENDENG UTARA”
1. Pengantar
Kami, pendidik dan peneliti, selalu mengamati, mengawasi, dan hadir dalam setiap peristiwa perjalanan bangsa. Kami ingin memastikan bahwa penyelenggaraan negara, tata kehidupan antarwarga, dan pembangunan untuk tujuan kesejahteraan masyarakat, dilakukan dengan memperhitungkan prinsip keadilan sosial, penghormatan kepada hak hidup masyarakat adat/ komunitas lokal, dan keadilan ekologis. Prinsip-prinsip tersebut sudah dipikirkan secara visioner oleh para Pendiri Bangsa, dan karenanya dirumuskan dalam Konstitusi dan diamanatkan dalam berbagai peraturan perundangan Indonesia sampai hari ini.
Seruan ini kami sampaikan karena percaya bahwa kedaulatan rakyat dan kebaikan bersama bagi bangsa menjadi tanggungjawab kita bersama agar bangsa Indonesia dapat mencapai tujuan agungnya menjadi bangsa besar, bermartabat dan berkeadilan.
Kita belajar bahwa keputusan ilmuwan yang salah, tidak berhati-hati, dan mengabaikan manusia dan ruang hidupnya, akan punya dampak besar terhadap potensi bencana lingkungan hidup, dan kesengsaraan manusia dan masyarakat. Ada banyak contoh bagaimana kita sudah melakukan kesalahan, yang dampaknya sukar dipulihkan, diantaranya adalah kasus lumpur Lapindo. Ketika ilmuwan dan pemerintah memutuskan bahwa pengeboran Lapindo hanyalah sebatas persoalan teknis, tanpa memperhitungkan bahwa di lokasi tersebut ada manusia, kebudayaan dan kesejarahannya, maka dampaknya adalah kerusakan yang luar biasa dan sukar untuk dipulihkan.
2. Darurat Ekologis Pulau Jawa
Terdapat banyak sekali penelitian dan kajian yang menunjukkan daya dukung lingkungan Pulau Jawa yang semakin kritis, di antaranya:
• Pulau Jawa memiliki luasan karst yang paling kecil di Indonesia, padahal wilayah bentang alam karst memiliki fungsi hidrologi yang mengontrol sistem ekologi di dalam kawasan. Permukaan bukit karst berperan sebagai penyimpan air yang utama. Jika terjadi kerusakan karst, akan sukar diperbaharui karena karst adalah bentukan alam sejak 470 juta tahun dan yang terbaru adalah sejak 700.000 tahun yang lalu.
• Kondisi hutan di Pulau Jawa juga berada pada titik kritis, karena luasnya semakin berkurang secara cepat. Luas kawasan hutannya tinggal sekitar 24 % dari luas Pulau Jawa (Puspijak KLH, 2015);
• Dengan luas hutan dan bentangan karst yang semakin mengecil, Pulau Jawa telah mendapatkan beban sangat berat karena 60 % populasi penduduk tinggal di pulau Jawa. Penduduk menghadapi ancaman bencana, dengan indikasi semua provinsi di Pulau Jawa mempunyai indeks rawan bencana banjir, abrasi, longsor, dan kekeringan yang tinggi, yang juga diperparah oleh perubahan iklim.
• Kerusakan dan melemahnya daya dukung ekologis Pulau Jawa adalah juga karena tekanan dari maraknya pertambangan batu gamping dan pabrik semen terhadap kawasan karst, besar dan kecil, baik yang legal maupun ilegal.
3. Masyarakat Desa Kendeng Utara dan Ruang Hidup
Kendeng Utara adalah suatu potret dari kawasan karst yang bentuknya menyerupai ular naga di Pulau Jawa, dikelilingi mata air dan menyimpan sungai bawah tanah. Kendeng adalah salah satu bumper area bagi resapan air Pulau Jawa. Itu sebabnya ketika pemerintah menggulirkan kebijakan menambah pabrik semen dan menetapkan wilayah cekungan air tanah (CAT) Watu Putih Rembang sebagai lokasinya; potensi bencana ekologis membayangi para warga. Terutama adalah para petani, yang hidupnya tergantung pada alam, tidak bisa dipisahkan dari tanah, dan secara turun temurun memegang kearifan/ pengetahuan lokal tentang kelangsungan ekologi.
Pada prinsipnya tanah, air dan sumber agraria lainnya bukan sepenuhnya merupakan barang dagangan (komoditas). Pengelolaannya tidak boleh diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar (UUD 1945, Pasal 33, UUPA, No/ 5/1960). Secara hakiki hubungan manusia dengan tanah dan sumberdaya alamnya bersifat kompleks dan berlapis secara sosial, budaya, ekonomi, ekologi, dan spiritual. Oleh karenanya, seluruh praktik kebijakan pembangunan ekonomi nasional tidak boleh mereduksi hubungan tersebut hanya pada satu bentuk dimensi saja. Reduksi terhadap kompleksitas dan lapisan-lapisan hubungan tersebut secara terus menerus akan dapat menggoncangkan dan merusak pertautan sendi-sendi sosial, ekonomi, politik dan keberlanjutan ekologis.
Secara kesejarahan tenurial, masyarakat di sekitar pegunungan Kendeng Utara telah hidup lama dan secara turun temurun bergantung pada sumberdaya dan ruang hidup pegunungan Kendeng. Secara sosial-ekonomi masyarakat di Kendeng Utara hidup cukup sejahtera dengan model pertanian seperti yang mereka kembangkan saat ini. Model pengembangan ekonomi pertaniannya bercorak pertanian kombinasi sawah, ladang, palawija dan ternak. Mereka memiliki kemampuan adaptif untuk mengembangkan pertanian dengan kearifan lokalnya berselaras dengan tanah sekitar Kendeng Utara yang meskipun nampak tandus. Tidak cukup alasan untuk mengatakan bahwa maayarakat di sekitar pegunungan Kendeng Utara tidak sejahtera atau miskin, karena sangat tergantung pada bagaimana paradigma pembangunan dan model pengukuran tingkat kesejahteraan yang digunakan (Sains, 2015).
Masuknya industri semen di wilayah ini justru telah mengancam sumber pokok ekonomi petani dan masyarakat desa di sekitar Pegunungan Kendeng Utara dan sekitarnya. Ancaman itu bukan hanya soal kebutuhan air, tetapi juga potensi rusaknya ruang hidup ekosistem pegunungan Kendeng Utara dan ekosistem pertanian secara keseluruhan. Karena itu, jika pemerintah menetapkan paradigm pembangunan nasional pada konsep “pembangunan dari pinggiran”, maka masyarakat desa dan ruang hidupnya mesti didudukkan sebagai subjek utama pembangunan, bukan sebagai obyek.
4. Fakta Hukum
Keberadaan masyarakat lokal dan ruang hidupnya dilindungi oleh Konstitusi dan sejumlah peraturan perundangan Indonesia, bahkan sudah terdapat putusan pengadilan dalam kasus ini.
• Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 99/PK/TUN/2016 menyatakan bahwa Kawasan Cekungan Air Tanah Watuputih, lokasi di mana PT. Semen Indonesia akan melakukan penambangan, merupakan Kawasan Bentang Alam Karst yang harus dilindungi. Putusan Mahkamah Agung itu didasarkan pada Surat Badan Geologi Kementerian ESDM Nomor 3131/05/BGL/2014 tertanggal 1 Juli 2014, yang dalam pertimbangannya halaman 112 menyebutkan: “...Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) dalam Suratnya Kepada Gubernur Jawa Tengah (bukti P-32) menyampaikan pendapat untuk menjaga kelestarian akuifer CAT Watuputih agar tidak ada kegiatan penambangan...”
• Perdebatan tentang CAT Watuputih sebagai Kawasan Bentang Alam Karst seharusnya telah selesai dalam proses di pengadilan dengan merujuk dua hal: Pertama, pertanyaan tentang ada atau tidaknya Sungai Bawah Tanah telah disajikan melalui bukti-bukti oleh masing-masing pihak di Pengadilan. Mahkamah Agung dalam pertimbangannya halaman 113 menyebutkan: “ Penambangan yang dilakukan sebagaimana tergambar dalam Amdal mengakibatkan runtuhnya dinding-dinding sungai bawah Tanah...” Kedua, Amdal PT. Semen Indonesia tahun 2012 pada BAB VI Halaman 28 jelas mengakui adanya sungai bawah tanah di area tambang mereka. Dengan demikian putusan Mahkamah Agung merupakan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap yang seharusnya tidak diperdebatkan lagi.
• Status CAT Watuputih dinyatakan sebagai Kawasan Lindung Geologi berdasarkan fungsinya sebagai resapan air tanah sesuai dengan Perda Kabupaten Rembang No.14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Rembang 2011-2031, Pasal 19/a.
• CAT Watuputih juga telah ditetapkan oleh Presiden sebagai salah satu Cekungan Air Tanah (CAT) dengan luas 31 Km2 berdasarkan Keputusan Presiden No. 26 Tahun 2011.
• KLHS merupakan bagian yang diwajibkan oleh Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) yang mewajibkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah membuat KLHS guna memastikan prinsip pembangunan berkelanjutan menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. KLHS diatur tata laksananya oleh Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2016 yang menekankan prinsip pembangunan berkelanjutan jaminan atas keterlibatan masyarakat, dan mekanisme pelaksanaan KLHS.
5. Masalah Manusia dan Kebudayaan
Perjuangan petani Kendeng Utara seharusnya direspon dengan pendekatan akademis yang komprehensif, ditelaah secara multi, inter dan transdisiplin, dan dibaca dengan kejujuran akademis dan nurani yang bening. Dari perspektif kebudayaan yang berfokus pada manusia, maka peristiwa ini harus dilihat sebagai sistem pengetahuan dan sistem hukum (adat) yang dilahirkan oleh lokalitas geografis, sosial dan kesejarahan masyarakat setempat. Manusia, dan relasinya dengan semesta alam, tidak dapat direduksi ke dalam hitungan angka dan teknis.Sistem Pengetahuan.
• Sistem pengetahuan dibutuhkan oleh manusia untuk melangsungkan kehidupannya dalam berselaras dengan alam dan sesama manusia. Masyarakat petani ini mengajarkan kepada kita tentang filosofi hubungan hakiki antara manusia dengan Ibu Bumi, alam semesta. Suatu pengetahuan yang mendasar tentang manusia dan ruang hidup, serta kelestarian masa depan bumi Pulau Jawa dan Indonesia.
• Sistem pengetahuan lokal ini sama canggihnya dengan sistem pengetahuan modern dan dapat ditemukan dalam mitologi, kisah-kisah pengalaman dan sejarah keseharian terkait relasi manusia dengan alam dan keragaman hayati. Sayangnya narasi sejarah lokal dan kaitannya dengan lingkungan alam sering tenggelam dalam narasi sejarah besar dan tidak tercatat secara memadai dalam repertoire ilmu pengetahuan arus utama.Sistem Hukum Adat.
• Sistem hukum adat lahir karena kebutuhan untuk mengatur tata hubungan antar warga, apa yang dianggap boleh dan tidak boleh dilakukan oleh warga demi kelangsungan hidup bersama.
• Prinsip dalam hukum adat terkait kepemilikan sumberdaya alam tanah pada masyarakat pertanian adalah: “Tanah hilang, kami pun punah”. Artinya, mencerabut mereka dari ruang hidupnya sama dengan meniadakan mereka. Mereka bukan hanya akan kehilangan ruang hidup, tetapi juga paparan partikel semen yang potensial akan merusak tanah, karst, sumber air, segala tanaman dan terlebih paru-paru mereka.
6. Pernyataan Sikap Akademisi
Demi kehidupan berbangsa dan bernegara yang berkeadilan dan menghormati keberadaan masyarakat lokal petani Kendeng Utara, untuk menjamin keberlangsungan hidupnya yang sangat bergantung pada kelestarian alam, maka kami menyatakan sikap sebagai berikut.
• Pemerintah dan semua pihak seharusnya menghormati putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung. Sangat baik bila kita bersedia belajar pengalaman dari berbagai negara lain yang menghormati keberlangsungan hidup masyarakat lokal/adat beserta ruang hidup, kebudayaan dan kesejarahannya, demi kelangsungan hidup mereka. Pemerintah hendaknya konsekuen dengan paradigma pembangunan dengan konsep “membangun dari pinggiran” yang dibuatnya sendiri.
• Kepentingan pembangunan ekonomi hendaknya tidak dibayar dengan lenyapnya ruang hidup masyarakat yang manapun, beserta kebudayaan, hukum adat dan kesejarahannya. Dengan lenyapnya ruang hidup dan ruang ekonomi masyarakat sekitar pabrik yang mayoritas petani, jurang stratifikasi sosial dikhawatirkan akan semakin tinggi. Padahal, persoalan kesenjangan ekonomi ini merupakan persoalan penting yang dihadapi Indonesia saat ini, dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi.
• Paradigma pembangunan modern yang sudah dilakukan di negara-negara maju termasuk Asia, pada saat ini sudah semakin meninggalkan industri ekstraktif yang mengeksploitasi sumberdaya alam (tanah dan air), untuk kepeluan tambang dan membabat hutan untuk perkebunan monokultur. Contohnya adalah ditutupnya pabrik-pabrik semen di China, yang merupakan produsen semen terbesar dunia, sejak 2013. Alasan penutupannya adalah dampak ekologis dan kesehatan warganya yang terpapar polusi pabik semen. Sejak saat itu, Cina memindahkan sebagian industri semennya ke Indonesia
• Paradigma pembangunan modern adalah upaya memampukan anak-anak muda, kecerdasan otak warga negara, perempuan dan laki-laki, untuk menciptakan berbagai hasil cipta karya, melahirkan berbagai inovasi, kreasi, yang berdaya saing. Keberhasilan membangun potensi hasil karya, temuan teknologi, dan lahirnya hak kekayaan intelektual dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, akan semakin memperkaya keuangan negara. Hal ini sangat dimungkinkan mengingat Indonesia tengah memasuki masa jendela demografi pada tahun 2020-2035, di mana penduduk usia muda/ produktif akan mencapai jumlah 200-an juta, dan menyediakan potensi modal pembangunan dengan mengandalkan kecerdasan, kreasi dan inovasi mereka.
• Masih banyak cara untuk memajukan pembangunan bangsa termasuk menyediakan semen, dengan cara yang lebih mementingkan manusia dan kelestarian alam, melalui ilmu pengetahuan dan teknologi modern dari ribuan otak pintar para ilmuwan, yang berhati jujur dan berintegritas. Kebutuhan semen saat ini tidak termasuk sangat urgen dibandingkan kepastian kedaulatan pangan masyarakat dan kepentingan konservasi. Produksi semen dalam negeri saat ini masih tercukupi, terutama di Pulau Jawa. Proyeksi kebutuhan semen ke depan juga masih aman. Oleh karena itu, mengorbankan pertanian dan sumber air warga demi produksi semen untuk ekspor tidaklah bijaksana.
7. Rekomendasi
Pembangunan pabrik semen di Rembang sudah selesai, dan sekarang tinggal penambangannya. Berdasarkan paparan di atas, dengan segala hormat dan kerendahan hati, kami mendesak Bapak Presiden, untuk membatalkan rencana penambangan semen sebagaimana diamanatkan dalam putusan Mahkamah Agung. Pembangunan pabrik yang sudah telanjur berdiri harus ditinjau ulang berdasarkan perspektif yang kritikal, dengan prinsip kehati-hatian, agar tidak mengulangi berbagai kesalahan pembangunan sebelumnya. Bersama itu kiranya juga dapat ditinjau ulang berbagai penambangan lain (gamping dan semen) yang sudah ada, baik yang legal maupun liar. Upaya melindungi keselamatan manusia dari bencana kerusakan ekologis yang tidak terbaharui, dan mempertahankan ruang hidup manusia yang berselaras dengan alam, kebudayaan dan peradabannya, jauh lebih berharga bagi masa depan Indonesia jangka panjang, daripada keuntungan ekonomi saat ini.
Daftar Akademisi dan Peneliti:
1. PM Laksono, Prof (Universitas Gadjah Mada)
2. Muhajir Darwin, Prof (Universitas Gadjah Mada)
3. Maria SW Soemardjono, S.H., MCL., MPA, Dr. Prof. (Universitas Gadjah Mada)
4. Sulistyowati Irianto, Prof (Universitas Indonesia)
5. Riris Sarumpaet, Prof (Universitas Indonesia)
6. Mayling Oey-Gardiner, Prof (Universitas Indonesia)
7. Endriatmo Soetarto, Prof. (Institut Pertanian Bogor)
8. Esmi Warasih Pujirahayu, SH., MS., Dr., Prof. (Universitas Diponegoro, Semarang)
9. Mela Ismelina, SH., M.H., Dr. Prof. (Universitas Islam Bandung)
10. Melkias Hetharia,S.H.,M.H., Dr., Prof. (Universitas Cendrawasih, Jayapura)
11. Rahayu Prabowo, SH., MH. Dr., Prof. (Universitas Diponegoro)
12. Suteki, S.H., M.Hum., Dr. Prof. (Universitas Diponegoro Semarang)
13. Patrick Ziegenhain, Dr.Prof, (Goethe University, Frankfurt, Germany)
14. Heru Nugroho, Prof, (Universitas Gadjah Mada)
15. Sylvia Tiwon, Prof, (University California at Berkeley)
16. Rachmi Diyah Larasati, Prof, (University of Minnesota)
17. Yunita Winarto, Prof, Dr. ( Universitas Indonesia)
18. Rahayu Surtiati, Prof, (Universitas Indonesia)
19. Anna Erliyana, Prof, Dr (Universitas Indonesia)
20. Asep Saefudin, Prof, (Intitut Pertanian Bogor)
21. Saparinah Sadli, Prof, (Universitas Indonesia)
22. Agus Sarjono, Prof, Dr, (Universitas Indonesia)
23. Rosa Agustina, Prof, Dr, (Universitas Indonesia)
24. Felix Oentoeng Soebagyo, Prof, Dr (Universitas Indonesia)
25. Irwanto, Prof, Dr, (Universitas Atmajaya Jakarta)
26. Bungaran Anton Simanjuntak, Prof, Dr (Universitas Negeri Medan)
27. Melani Budianta, Prof, Dr, (Universitas Indonesia)
28. Daldiyono, Prof, Dr, (Universitas Indonesia)
29. Arie Sukanti Hutagalung, Prof (Universitas Indonesia)
30. Hendra Gunawan, Prof. Dr. (Institut Teknologi Bandung)
31. Maksum, Prof. (Universitas Gadjah Mada)
32. Suwardi Endraswara, Prof. Dr. (Universitas Negeri Yogyakarta)
33. Johan Iskandar, Prof. PhD. (Universitas Padjajaran)
34. Damayanti Buchori, Prof. (Institut Pertanian Bogor)
35. Kamanto Sunarto, Prof. Dr. (Universitas Indonesia)
36. Budiawati Supangat, Dr. (Universitas Padjajaran)
37. Widyastuti Purbani, Dr. (Universitas Negeri Yogyakarta)
38. Irwan M Hidayana, Dr. (Departemen Antropologi FISIP Universitas Indonesia)
39. Mia Siscawati, PhD, (Universitas Indonesia)
40. Suraya Afif, PhD (Universitas Indonesia)
41. Amrih Widodo (Australian National University)
42. Hendro Sangkoyo, Dr. (SDE)
43. Lidwina Inge, Dr (Universitas Indonesia)
44. Poppy Ismalina, M.E.c.Dev, PhD (Universitas Gadjah Mada)
45. Moh. Sobary, Dr. (Universitas Indonesia)
46. Satyawan Sunito, Dr. (Institut Pertanian Bogor)
47. Devi Rahayu, SH., MH., Dr. (Universitas Trunojoyo, Madura)
48. Frits Siregar, SH., LLM., PhD. (Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Jakarta)
49. Harry Supriyono, SH., M.Si., Dr. (Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta)
50. Herlambang P. Wiratraman, SH., MA., Dr. (Universitas Airlangga, Surabaya)
51. HS. Tisnanta, SH., MH., Dr. (Universitas Lampung, Bandar Lampung)
52. Iman Prihandono, SH., MH., LLM., PhD. (Universitas Airlangga, Surabaya)
53. Kurnia Warman, SH., MH., Dr. (Universitas Andalas, Padang)
54. Mohamad Ilham Agang, S.H., M.H., Dr. (Universitas Borneo, Tarakan)
55. Myrna A. Safitri, PhD (Universitas Pancasila, Jakarta)
56. Rikardo Simarmata, PhD. (Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta)
57. Stefanus Laksanto Utomo, S.H.,M.H., Dr. (Universitas Sahid)
58. Tristam P. Moeliono, SH., LLM., Dr. (Universitas Katolik Parahyangan, Bandung)
59. W. Riawan Tjandra, SH., MH., Dr. (Universitas Atmajaya, Yogyakarta)
60. Widodo Dwi Putro, S.H., M.H., Dr. (Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat)
61. Zainal A. Mochtar, SH., LLM., Dr. (Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta)
62. Ratna Noviani, Dr (Universitas Gadjah Mada)
63. Dewi Candraningrum, Dr, (Jejer Wadon, Surakarta)
64. Dyah Pitaloka PhD, (University of Sydney)
65. Manneke Budiman, Ph.D. (Universitas Indonesia)
66. Wahyu Prasetywan, PhD (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
67. Eko Teguh Paripurno, Dr. (UPN Veteran, Yogyakarta)
68. Hariadi, MA, PhD (Universitas Jendral Sudirman).
69. Karlina Supelli, Dr, (STF Driyarkara)
70. Andri Wibisana, Dr, (Universitas Indonesia)
71. Risa Permanadeli, Dr (Pusat Kajian Representasi Sosial)
72. Edy Ikhsan Dr, MA (Universitas Sumatra Utara)
73. Khaerul Nur Umam, Dr, (Universitas Indonesia)
74. Ina Hunga, Dr, (Universitas Kristen SatyaWacana)
75. Ratna Sitompul, Dr, (Universitas Indonesia)
76. Siti Adiprigandari Adiwoso, M.Sc., Ph.D., S.H. (Universitas Indonesia)
77. Titiek Kartika, Dr (Universitas Bengkulu)
78. Herry Yogaswara, Dr (LIPI)
79. Bambang Hudayana, Dr (Universitas Gadjah Mada).
80. Martua Sirait, PhD, (ISS) Belanda
81. I Ngurah Suryawan, S.Sos., M.Si., Dr (Universitas Papua Manokwari, Papua Barat)
82. Ema V, Dr (Universitas Sam Ratulangi)
83. Djumardin, S.H., M.Hum., Dr (Universitas Mataram)
84. Saraswati Putri, M.Hum., Dr (Universitas Indonesia)
85. Ratna Saptari, Dr (Leiden University)
86. Pinky saptandari, M.A., Dr (Universitas Airlangga)
87. Prathiwi Widyatmi Putri, S.T. MSc. Dr. (Postdoc Copenhagen University)
88. Hariyadi MA, PhD (Universitas Jenderal Soedirman)
89. Anton Novenanto, Dr. (Universitas Brawijaya)
90. Amalinda Savirani, Dr (Universitas Gadjah Mada)
91. Sri Murlianti, Dr. (Universitas Mulawarman, Samarinda, Kaltim)
92. Ratna Purba, S. Sos, M.Si (Universitas Mulawarman, Samarinda, Kaltim)
93. Chandradewana Boer, Dr. (Universitas mulawarman, samarinda)
94. Robertus Robet, Dr. (Universitas Negeri Jakarta)
95. Laksmi Adriani Savitri, Dr. (Universitas Gadjah Mada)
96. Sri Wiyanti Eddyono S.H., LL.M., Ph.D (Universitas Gadjah Mada)
97. Luthfi Makhasin, PhD (Univeritas Jendral Soedirman)
98. Djonet Santoso, Dr.MA, (Universitas Bengkulu)
99. Yacinta Kurniasih, Dr. (Monash University Australia)
100. Abdur Rozaki, Dr. (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
101. Selly Riawanti, Dr. (Universitas Padjajaran)
102. Zainal Abidin Bagir, Ph.D (Universitas Gadjah Mada)
103. Samsul Maarif, Dr. (Universitas Gadjah Mada)
104. Mariane Klute, PhD. (Regenwald Berlin)
105. Jafar Suryomenggolo, PhD. (Graduate National Institute for Policy StudiesGRIPS Tokyo)
106. Tri Chandra Aprianto, Dr. (Universitas Jember)
107. Zainal Abidin Bagir, Dr. (Universitas Gadjah Mada)
108. Al Khanif, Dr.(Universitas Jember)
109. Prudensius Maring, Dr. (Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STISIP Widuri Jakarta)
110. Airlangga Pribadi Kusman, Ph.D. (Universitas Airlangga)
111. Dedi Supriadi Adhuri, Ph.D. (LIPI)
112. Ida Ruwaida, Dr. M.Si (Universitas Indonesia)
113. Evelyn Suleeman, Dra. MA. (Universitas Indonesia)
114. Donny Danardono, SH., Mag.Hum. (Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang)
115. Dian Noeswantari, S.Pi., M.PAA (Universitas Surabaya)
116. Melany A. Sunito, M.Si. (Institut Pertaian Bogor)
117. Awaludin Marwan, S.H., M.H., M.A. (Universitas Pandanaran, Semarang)
118. Benny D. Setianto, SH., LLM., MIL. (Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang)
119. Bivitri Susanti, SH., LL.M. (Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Jakarta)
120. David Bayu Narendra, S.H., M.H. (Universitas Pandanaran, Semarang)
121. Dri Utari CR, S.H., LL.M (Universitas Airlangga)
122. Dwi Rahayu K, S.H., MA. (Universitas Airlangga)
123. E. Prajwalita Widiati, SH., LLM. (Universitas Airlangga)
124. Fery Amsari, SH., MH., LLM. (Universitas Andalas, Padang)
125. Franky Butar-Butar, SH., M.Dev.Prac. (Universitas Airlangga, Surabaya)
126. Haris Azhar, SH., MA (Universitas Trisakti, Jakarta)
127. Haris Retno S, S.H,.M.H. (Universitas Mulawarman, Samarinda)
128. Hasan Muazis, S.H., M.H. (Universitas Pandanaran, Semarang)
129. Herdiansyah Hamzah, S.H., LLM. (Universitas Mulawarman, Samarinda)
130. Hifdzil Alim, S.H,.M.H. (Universitas Gadjah Mada)
131. Joeni A. Kurniawan, SH., MA. (Universitas Airlangga, Surabaya)
132. Khairani Arifin, SH., M.Hum (Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh)
133. Manunggal K. Wardaya, SH., LLM. (Jenderal Soedirman, Purwokerto)
134. Muhtar Said, S.H., M.H. (Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Jakarta)
135. Oce Madril, S.H., M.A. (Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta)
136. Rian Adhivira Prabowo, S.H., S.Sos, M.H. (Universitas Pandanaran, Semarang)
137. Siti Rakhma Mary Herwati, SH., M.Si., MA. (Universitas Presiden, Bekasi)
138. Eko Cahyono, S.Th.I, MSi (Institut Pertanian Bogor)
139. Syukron Salam, SH., MH. (Universitas Negeri Semarang, Semarang)
140. Yance Arizona, SH., MH., MA. (Universitas Presiden, Bekasi)
141. Muktiono, SH., M.Phil. (Universitas Brawijaya).
142. Andi Tri Haryono, S.E., M.M (Universitas Pandanaran Semarang).
143. Iva Kasuma, SH MA (Universitas Indonesia)
144. Muhyanur Syahrir, S.Pd., M.Pd. (Lembaga Pemerhati Masyarakat Sulawesi)
145. Moh. Shohibuddin, MSi (Amsterdam University)
146. Tien Handayani SH. MH (Universitas Indonesia)
147. Tirtawening, SH, MA (Universitas Indonesia)
148. Amin Mudzakir, M.Hum (LIPI)
149. Muhammad Taufiqurrohman, S.S., M.Hum (Universitas Jendral Sudirman)
150. Purwanti Kusumaningtyas, M.Hum (Univeristas Kristen Satya Wacana, Salatiga)
151. Shelly Adelina, M.Si (Universitas Indonesia)
152. Iklilah Muzayanah, M.Hum (Universitas Indonesia)
153. Ali Nursahid SHI, MIK. PUSAD (Pusat Studi Agama dan Demokrasi Paramadina)
154. Vera W.S. Soemarwi, S.H.,LLM (Universitas Tarumanagara)
155. Sicillia Leiwakabessy, S.Sos. (Yayasan Cahaya Guru)
156. Mutiara Andalas, SJ, SS, STD (Universitas Sanata Dharma)
157. In Nugroho Budisantoso, S.J., M.Hum., M.P.P. (Universitas Sanata Dharma)
158. Ignatius Yulius Kristio Budiasmoro M.Si. (Universitas Santa Dharma)
159. Tjahjono Rahardjo, Ir. M.A. (Universitas Katolik Soegijapranata)
160. Abdul Halim, SF, MHI (Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan)
161. Misiyah, M.Si (Institut KAPAL Perempuan, Jakarta)
162. Totok Dwi Diantoro, S.H.,M.A., LLM (Universitas Gadjah Mada)
163. Tody Sasmitha Jiwa Utama, S.H., LL.M (Universitas Gadjah Mada)
164. Lilis Mulyani, SH, MPIL (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
165. Hanifah, S.Pd.I (Peneliti AMAN Indonesia)
166. Yossa Nainggolan, MPP (Asosiasi Alumi Program Beasiswa AmerikaIndonesia)
167. Yudi BAchrioktora, M.A. (Universitas Indonesia)
168. Ahmad Nashih Luthfi, M.A. (Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional)
169. Teuku Kemal Fasya, M.Hum (Universitas Malikussaleh)
170. Ratnayu Sitoresmi, S.Sos., M.Si., (Praktisi Monitoring dan Evaluasi Pembangunan)
171. Nusya Kuswantin, SH, MA. (Peneliti Lepas-Yogyakarta)
172. Barid Hardiyanto, S.Sos, M.Si (STMIK Amikom Purwokerto)
173. Bosman Batubara, ST. MSC (Institute for Water Education)
174. Rosita Indrayati, SH, MH (Universitas Jember)
175. Adam Muhshi, SH, MH (Universitas Jember)
176. Fiska Maulidan Nugroho, SH, MH (Universitas Jember)
177. Dina Tsalist Wildana, SH, LLM (Universitas Jember)
178. Muhammad Bahrul Ulum, SH, LLM (Universitas Jember)
179. Aloysia Vira Herawati, SS, M. Hum. Rights Edu.,(Universitas Surabaya)
180. Inge Christanti, SS, M. Hum. Rights Pract. (Universitas Surabaya)
181. Nur Azizah, S.IP., M.Sc. (Universitas Gadjah Mada)
182. Laila Kholid Alfirdaus (Universitas Diponegoro)
183. Maria Matildis Banda (Universitas Udayana, Bali)
184. Frans Ari Prasetyo (Bandung Research Institute for culture and knowledge)
185. Sri Palupi,S.Sos. (Institute for Ecosoc Rights)
186. R.Yando Zakaria (Lingkar Pembaharuan Desa dan Agraria)
187. Sjamsiah Achmad (Pensiunan LIPI) 188. Wardah Hafidz (Urban Poor Consortium)
188. Ani Sutjipto, MA (Universitas Indonesia)
189. Bambang Widianto, SS, MS, MES (Universitas Indonesia)
190. Kristi Poerwandari, Dr. (Universitas Indonesia)
191. Kun Akaabir, S.H.I, M.A. (Akademie Schloss Solitude, Jerman)
192. Eko Riyadi, SH., MH (Universitas Indonesia)
193. Abdul Wahid, Dr. (Universitas Gajah Mada)
194. Diana Fawzi, Dr (Universitas Nasional)
No comments
Post a Comment