SIKAP KPBI TENTANG MAY DAY DAN PERSATUAN RAKYAT
Ilham Syah : MAY DAY adalah momentum persatuan rakyat.
Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), sebagai Konferderasi yang baru saja "dilahirkan"oleh berbagai Federasi Buruh, semakin kelihatan geliatnya dalam kancah perjuangan kaum buruh dan rakyat Indonesia.
Dan dalam rangka aksi MAY DAY 2017, KPBI yang menginisiasi sebuah komite aksi antar gerakan rakyat--Yang dsebut sebagai Gerakan Buruh Untuk Rakyat, merupakan manifestasi dari sikap perjuangan KPBI.
Dalam rilisnya, Ilham Syah selaku Ketua Umum KPBI, menyatakan " Pemerintah semakin lama semakin galak kepada rakyat kecil. Kebijakan pemerintah semakin mendiskreditkan rakyat, baik petani, buruh, pedagang kecil, kaum miskin kota, nelayan dan lain sebagainya. Sumber daya negara malahan ditujukan untuk memperkaya para pemodal, menjembatani kepentingan bisnis besar, dan memiskinkan mayoritas rakyat "
Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), sebagai Konferderasi yang baru saja "dilahirkan"oleh berbagai Federasi Buruh, semakin kelihatan geliatnya dalam kancah perjuangan kaum buruh dan rakyat Indonesia.
Dan dalam rangka aksi MAY DAY 2017, KPBI yang menginisiasi sebuah komite aksi antar gerakan rakyat--Yang dsebut sebagai Gerakan Buruh Untuk Rakyat, merupakan manifestasi dari sikap perjuangan KPBI.
Dalam rilisnya, Ilham Syah selaku Ketua Umum KPBI, menyatakan " Pemerintah semakin lama semakin galak kepada rakyat kecil. Kebijakan pemerintah semakin mendiskreditkan rakyat, baik petani, buruh, pedagang kecil, kaum miskin kota, nelayan dan lain sebagainya. Sumber daya negara malahan ditujukan untuk memperkaya para pemodal, menjembatani kepentingan bisnis besar, dan memiskinkan mayoritas rakyat "
Sebagai contoh, Ilham Syah menambahkan "konflik agraria meningkat hingga 2 kali lipat pada 2016 menjadi 450 konflik dengan melibatkan 86 ribu keluarga, termasuk kasus di Kendeng di mana Petani berhadapan dengan PT Semen Indonesia" sementara pada yang sama "Subsidi listrik 450 dan 900 watt yang dikonsumsi kaum miskin malah dicabut. Pembayaran listrik akan naik 2 kali lipat pada akhir tahun ini "
Dengan kalimat yang terdengar marah, Ilham Syah menyampaikan bahwa untuk buruh " malah diganjar dengan penurunan daya beli lewat PP Pengupahan no 78/2015 "dan Pemerintah justru "menganggarkan dananya secara jor-joran untuk memperkaya pengusaha. Pembangunan infrastruktur mencapai 387 triliun pada 2017. Angka itu hampir 4 kali angka pemerintah untuk kesehatan yang hanya sebesar 104 triliun "
Itulah rupanya yang melandasi, kenapa pada MAY DAY tahun ini, KPBI menginisiasi komite aksi yang bukan saja melibatkan serikat-serikat buruh saja, namun juga merangkul kalangan mahasiswa, pemuda, perempuan, komunitas LGBT, kalangan pemusik---termasuk Marginal yang akan ikut mengiringi barisan massa selama aksi MAY DAY nanti, kalangan NGO, organisasi politik dan juga kaum tani.
Dalam pembicaraan beberapa hari yang lalu, saat rapat persiapan aksi Gerakan Buruh Untuk Rakyat, Ilham Syah juga menyampaikan bahwa upaya-upaya untuk mempersatuan gerakan rakyat juga mengambil momentum hari Kartini, di mana bersama dengan berbagai kelompok lainnya, KPBI juga turut serta dalam acara "Ibu Bumi Memanggil"di LBH Jakarta, sekaligus pendirian monumen Bu Patmi, salah satu pejuang Kendeng yang wafat saat memperjuangkan penolakan pabrik semen.
Selain itu, KPBI juga terlibat dalam agenda yang dibuat oleh kawan-kawan mahasiswa pada hari ini (26/4) di Kampus IISIP, Lenteng Agung.
Sebagai penutup, Ilham Syah menegaskan, bahwa upaya-upaya KPBI dalam membangun persatuan tidak hanya untuk MAY DAY, atau hanya untuk momentum MEI BERLAWAN, melainkan terus akan diusahakan sekuat-sekuatnya di masa depan, bahkan sampai terbentuknya sebuah alat perjuangan politik antar rakyat, yang mampu merebut sumber daya negara, yang sesungguhnya berasal dari rakyat, tetapi saat ini digunakan hanya untuk memperkaya kaum pemodal.
Untuk Aksi MAY DAY sendiri, KPBI yang tergabung dalam Gerakan Buruh Untuk Rakyat, akan memulai aksi di Salemba (depan kampus Universitas Indonesia), sekitar jam 10 pagi, dan melakukan long march menuju Patung Tani, lalu ke Gambir dan nantinya akan bergabung dengan barisan massa aksi lainnya dari berbagai elemen gerakan buruh-rakyat di depan Istana Negara.
Gerakan Buruh Untuk Rakyat sediannya akan menurunkan sekitar 10 Ribu massa aksi, yang berasal dari Jakarta, Bekasi, Karawang, Bogor, Tangerang dan kota sekitarnya.
Dan di bawah ini adalah rilis lengkap KPBI:
PERNYATAAN SIKAP KPBI MAY DAY 2017
Saatnya Gerakan Buruh untuk Rakyat
Pemerintah semakin lama semakin galak kepada rakyat kecil. Kebijakan pemerintah semakin mendiskreditkan rakyat, baik petani, buruh, pedagang kecil, kaum miskin kota, nelayan dan lain sebagainya. Sumber daya negara malahan ditujukan untuk memperkaya para pemodal, menjembatani kepentingan bisnis besar, dan memiskinkan mayoritas rakyat.
Di Rembang, tanah pertanian terancam kering akibat rencana penambangan pabrik semen. Persoalan rembang ada di mana-mana. Data Konsorsium Pembaruan Agraria menyebutkan konflik agraria meningkat hingga 2 kali lipat pada 2016 menjadi 450 konflik dengan melibatkan 86 ribu keluarga.
Kehidupan rakyat miskin semakin sulit. Subsidi listrik 450 dan 900 watt yang dikonsumsi kaum miskin malah dicabut. Pembayaran listrik akan naik 2 kali lipat pada akhir tahun ini. Bahkan, ancang-ancang subsidi gas 3kg akan segera dicabut.
Sementara, buruh yang menjadi penggerak ekonomi dan motor pertumbuhan malah diganjar dengan penurunan daya beli lewat PP Pengupahan no 78/2015. Penyesuaian upah terus menurun dari 11 persen pada 2016 menjadi hanya 8 persen pada 2017.
Ironisnya, pemerintah menganggarkan dananya secara jor-joran untuk memperkaya pengusaha. Pembangunan infrastruktur mencapai 387 triliun pada 2017. Angka itu hampir 4 kali angka pemerintah untuk kesehatan yang hanya sebesar 104 triliun. Kita tahu, dana-dana itu banyak mengalir untuk pembangunan kawasan industri, tol, pelabuhan, yang memperkaya para pebisnis, bukan rakyat.
PERNYATAAN SIKAP KPBI MAY DAY 2017
Saatnya Gerakan Buruh untuk Rakyat
Pemerintah semakin lama semakin galak kepada rakyat kecil. Kebijakan pemerintah semakin mendiskreditkan rakyat, baik petani, buruh, pedagang kecil, kaum miskin kota, nelayan dan lain sebagainya. Sumber daya negara malahan ditujukan untuk memperkaya para pemodal, menjembatani kepentingan bisnis besar, dan memiskinkan mayoritas rakyat.
Di Rembang, tanah pertanian terancam kering akibat rencana penambangan pabrik semen. Persoalan rembang ada di mana-mana. Data Konsorsium Pembaruan Agraria menyebutkan konflik agraria meningkat hingga 2 kali lipat pada 2016 menjadi 450 konflik dengan melibatkan 86 ribu keluarga.
Kehidupan rakyat miskin semakin sulit. Subsidi listrik 450 dan 900 watt yang dikonsumsi kaum miskin malah dicabut. Pembayaran listrik akan naik 2 kali lipat pada akhir tahun ini. Bahkan, ancang-ancang subsidi gas 3kg akan segera dicabut.
Sementara, buruh yang menjadi penggerak ekonomi dan motor pertumbuhan malah diganjar dengan penurunan daya beli lewat PP Pengupahan no 78/2015. Penyesuaian upah terus menurun dari 11 persen pada 2016 menjadi hanya 8 persen pada 2017.
Ironisnya, pemerintah menganggarkan dananya secara jor-joran untuk memperkaya pengusaha. Pembangunan infrastruktur mencapai 387 triliun pada 2017. Angka itu hampir 4 kali angka pemerintah untuk kesehatan yang hanya sebesar 104 triliun. Kita tahu, dana-dana itu banyak mengalir untuk pembangunan kawasan industri, tol, pelabuhan, yang memperkaya para pebisnis, bukan rakyat.
Dana itu juga didedikasikan untuk menarik investor-investor global. Presiden Joko Widodo mengajak investor dari berbagai negara, Perancis, Korea Selatan, Arab Saudi, untuk berinvestasi dengan menjanjikan kemudahan-kemudahan, termasuk penekanan upah buruh.
Permasalahan rakyat jelas bersifat sistemik dan tidak bisa diselesaikan hanya dengan gerakan sektoral rakyat. Penerbitan PP Pengupahan yang diiringi dengan ekspansi kapital ke luar Jabodetabek dan pembangunan kawasan industri di tempat-tempat berupah murah tanpa buruh terorganisir yang kuat jelas berkaitan erat dengan perampasan lahan.
Perampasan lahan semakin meningkatkan jumlah kaum miskin dan pengangguran. Pemerintah dan pengusaha akan semakin menggunakan kesempatan itu sebagai dalih menekan upah buruh dan memunculkan pasar kerja fleksibel, yang makin mudah memecat pekerjanya.
Contoh lain, pembangunan Semen Indonesia bahkan menggunakan dana BPJS buruh sebesar 16 miliar. Kenapa dana buruh tidak diinvestasikan untuk perumahan rakyat? Tapi justru untuk mempermiskin petani dan menciptakan buruh cadangan?
Untuk itu, Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia menyerukan persatuan gerakan rakyat melawan sistem Neoliberal yang semakin menindas tersebut. Hanya dengan persatuan buruh dan rakyatlah, persoalan buruh, begitu juga persoalan rakyat dapat diselesaikan.
KPBI mengajak segenap buruh untuk berjuang bagi rakyat. Saatnya, gerakan buruh untuk rakyat. KPBI menyerukan: “PERKUAT PERSATUAN GERAKAN RAKYAT DENGAN MEMBANGUN PARTAI POLITIK SEBAGAI ALAT PERJUANGAN UNTUK MELAWAN KEKUATAN KAPITALISME-NEOLIBERALISME”
Persatuan rakyat harus bermuara menjadi alat politik. Tanpa alat politik, tidak akan mampu PERSATUAN dan PERJUANGAN rakyat dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan negara. Tanpa kekuatan politik, kekuatan rakyat tidak akan mampu merebut sumber daya negara, yang sesungguhnya berasal dari rakyat, tetapi saat ini digunakan hanya untuk memperkaya kaum pemodal.
Oleh karena itu KONFEDERASI PERSATUAN BURUH INDONESIA (KPBI) menuntut kepada negara untuk segera:
1. Berlakukan Upah Layak Nasional (Cabut PP 78/2015 yang merampas upah buruh dan memiskinkan rakyat)
2. Lawan Korupsi (Pecat dan Penjarakan para koruptor yang telah merugikan negara).
3. Tegakan Demokrasi (Lawan Militerisme, Rasisme dan Diskriminasi)
4. Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk kemakmuran Rakyat (Rakyat berhak menentukan pengelolaan SDA untuk kemakmuran rakyat bukan untuk segelintir pemodal)
5. Reforma Agraria (Tuntaskan konflik agraria dan distribusikan Tanah untuk kemakmuran rakyat)
6. Tingkatkan Subsidi Pendidikan dan Kesehatan (Rakyat berhak untuk mendapatkan pengetahuan dan fasilitas kesehatan yang layak).
Jakarta, 26 April 2017
ILHAMSYAH
Ketua Umum KPBI
No comments
Post a Comment