MAHASISWA SERUKAN PERLAWANAN TERHADAP KENAIKAN TDL & MENUNTUT DEMOKRASI RAKYAT
Forum Buruh Kota Bekasi |
Ditengah model ekonomi neoliberal yang makin mendominasi, telah jelas pula dampak buruk bagi rakyat, dimana salah satunya subsidi listrik dicabut dan akan mengalami kenaikan hingga 30% per 3 bulan, rasanya aneh bila tidak terjadi protes--karena sumber energi ini merupakan kebutuhan sehari-hari. Seperti halnya kenaikan harga BBM di tahun-tahun sebelumnya, berbagai kalangan rakyat pekerja, petani, pelajar, dll merespon kenaikan harga BBM dengan demokstrasi di kota-kota. Bagaimana dengan kenaikan TDL.
Model ekonomi
neoliberal tidak hanya mencabuti hak normatif rakyat melainkan juga hak
politik rakyat. Dimana ruang demokrasi merupakan ancaman bagi
berjalannya model pembangunan--yang kapitalistik. Pemerintah yang
menjadi jembatan bagi modal kapital harus mempersempit partisipasi
rakyat membangun negara, tujuannya agar rakyat tunduk menjadi alat
produksi menciptakan kekayaan bagi pemodal dan mafia dalam negeri.
Itulah kenapa kebijakan keamanan (stabilitas ekonomi-politik) harus
diperketat tapi bukan untuk rakyat. Demonstrasi akan dihadapkan dengan
militer, organisasi rakyat yang menentang pemerintah akan dibubarkan,
ruang konsultasi/diskusi kritis dilarang, pameran, inisiatif
perpustakaan, dan segala rupa ekspresi rakyat dibungkam. Belum mengenai
tindakan kekerasan aparat dibawah kontrol negara, kasus provokasi SARA,
kasus pembantaian 65, penculikan 98. penembakan di Papua, kriminalisasi
aktivis--yang bertubi dengan sadar dilakukan pemerintah menghancurkan
gerakan rakyat.
Keluarga Mahasiswa Lebak Banten |
Hari
ini, semakin banyak aksi-aksi penolakan terhadap kenaikan TDL. Walau
belum terlihat menyebar-luas seperti respon penolakan terhadap BBM, akan
tetapi keresahan yang telah meluas ini sudah dijawab dengan aksi
protes--ada dibeberapa tempat terjadi penolakan, seperti: ratusan buruh
di Bekasi yang tergabung dalam Forum Buruh Kota Bekasi (FBKB) mengepung
kantor Walikota dan DPRD; aksi 10,5 watt oleh ratusan buruh (KSPI) di
Jakarta mengepung DPR-RI; ada juga puluhan mahasiswa Lebak Banten yang
tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Lebak (Kumala) gelar aksi menolak
kenaikan TDL di DPRD; puluhan mahasiswa di Jakarta Gerakan Mahasiswa
untuk Rakyat (GMUR).
Kemarin, 12 Mei yang mana
merupakan hari bersejarah bagi mahasiswa Universitas Trisakti dan secara
umum mahasiswa di era 98 yang berhadap-hadapan dengan kediktatoran orde
baru hingga pada penggulingan presiden Suharto, sang rezim pembangunan
kapitalistik.
Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam
Gerakan Mahasiswa untuk Rakyat (GMUR) menyatakan sikapnya atas sitausi
ekonomi-politik dengan menggelar aksi mimbar bebas di kampus UBK Jakarta
dan melanjutkan dengan menutup setengah jalan Dipenogoro (depan LBHJ).
GMUR sedang menyerukan dan mengajak seluruh mahasiswa untuk merespon
situasi dimana telah terjadi, sentimen sara, penyempitan demokrasi,
hingga pencabutan subsidi.
Berikut penyataan sikap GMUR:
Gerakan Mahasiswa untuk Rakyat |
LAWAN PENCABUTAN SUBSIDI DI SEKTOR PUBLIK !
LAWAN MILITERISME DAN REBUT DEMOKRASI !
LAWAN MILITERISME DAN REBUT DEMOKRASI !
Pencabutan Subsidi Sebagai Keberpihakan Rezim Terhadap Pemodal
Sebagai Negara yang menganut mazhab Kapitalisme, Indonesia akan terus mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada pemodal dan menindas rakyat karena dalam logika kapitalisme selalu mengedepankan kemudahan proses akumulasi, eksploitasi dan ekspansi yang menjaga kestabilan modal dalam setiap aktifitas ekonomi-politiknya.
Terpilihnya Joko Widodo
sebagai presiden Indonesia yang dianggap akan memperjuangkan hak wong
cilik dengan campaign Blusukannya ternyata hanya kamuflase bagi segenap
rakyat Indonesia yang merindukan keadilan dan kesejahteraan. Jokowi
justru menjelma sebagai Rezim yang siap akan menyingkirkan siapapun yang
mencoba mengusik kekuasaan modal di Indonesia dan mendamaikan
pertentangan di kubu pemodal itu sendiri dengan mengorbankan rakyat.
Program utama yang diusung oleh Jokowi adalah percepatan pembangunan infrastruktur dan paket kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi hambatan perdagangan dan investasi. Selain itu, dengan rasionalisasi untuk menumbuhkan gairah ekonomi yang sehat atas “kepentingan umum” rezim Jokowi juga perlahan mencabut subsidi untuk rakyat secara bertahap karena dianggap sering tidak tepat sasaran dan menguras uang negara serta melakukan pemangkasan anggaran negara untuk sektor publik yang akan dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur demi memperlancar arus modal.
Keberpihakan negara semakin jelas dengan dikeluarkannya Tax Amnesty dan berbagai kebijakan yang memudahkan investasi di Indonesia dan jaminan keamanan investasi modal yang berbanding terbalik dengan meningkatnya harga bahan pokok, pajak rakyat dan pencabutan subsidi publik seperti BBM, liberalisasi pendidikan (UKT), liberalisasi Kesehatan dan yang paling baru adalah kenaikan TDL (Tarif Dasar Listrik). Kenaikan TDL dilakukan bertahap, mulai 1 Januari, 1 Maret, 1 Mei dan akan terhitung 1 Juli 2017 disesuaikan dengan 12 golongan tarif lainnya yang mengalami penyesuaian tiap bulannya (tarif Adjusment/non subsudi). Hal ini mencerminkan tidak ada lagi perlindungan bagi rakyat dalam menikmati Pendidikan, Kesehatan dan kesejahteraan yang sudah di jamin Undang-Undang Dasar 1945.
Pencabutan subsidi dengan tujuan “kepentingan umum” merupakan logika sesat yang diwacanakan oleh rezim hari ini untuk mengalihkan anggaran publik ke pembangunan infrastruktur yang menjadikan akses transportasi dan arus modal semakin lancar sehingga mempercepat akumulasi modal dalam mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia. Pencabutan subsidi ini juga bertujuan menumbuhkan persaingan yang sehat antara swasta dengan BUMN karena dengan adanya subsidi maka harga jual BUMN tidak mampu tersaingi oleh swasta yang menyebabkan usaha pemodal tidak berkembang terutama pada sektor Perminyakan (BBM) dan Listrik yang menjadi kebutuhan pokok rakyat.
Hal tersebut tentunya akan semakin meningkatkan kesenjangan antara si kaya dan si miskin dalam kehidupan ekonomi, sosial dan politik yang akan berkolerasi dengan meningkatnya angka perpindahan penduduk dari desa ke kota untuk menjadi buruh karena masifnya perampasan lahan dan tanah rakyat untuk pembangunan dan perluasan Industri milik pemodal dan “keterpaksaan” rakyat dalam menerima sistem kerja kontrak, upah murah dan outsorching di sektor buruh untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin mahal.
Program utama yang diusung oleh Jokowi adalah percepatan pembangunan infrastruktur dan paket kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi hambatan perdagangan dan investasi. Selain itu, dengan rasionalisasi untuk menumbuhkan gairah ekonomi yang sehat atas “kepentingan umum” rezim Jokowi juga perlahan mencabut subsidi untuk rakyat secara bertahap karena dianggap sering tidak tepat sasaran dan menguras uang negara serta melakukan pemangkasan anggaran negara untuk sektor publik yang akan dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur demi memperlancar arus modal.
Keberpihakan negara semakin jelas dengan dikeluarkannya Tax Amnesty dan berbagai kebijakan yang memudahkan investasi di Indonesia dan jaminan keamanan investasi modal yang berbanding terbalik dengan meningkatnya harga bahan pokok, pajak rakyat dan pencabutan subsidi publik seperti BBM, liberalisasi pendidikan (UKT), liberalisasi Kesehatan dan yang paling baru adalah kenaikan TDL (Tarif Dasar Listrik). Kenaikan TDL dilakukan bertahap, mulai 1 Januari, 1 Maret, 1 Mei dan akan terhitung 1 Juli 2017 disesuaikan dengan 12 golongan tarif lainnya yang mengalami penyesuaian tiap bulannya (tarif Adjusment/non subsudi). Hal ini mencerminkan tidak ada lagi perlindungan bagi rakyat dalam menikmati Pendidikan, Kesehatan dan kesejahteraan yang sudah di jamin Undang-Undang Dasar 1945.
Pencabutan subsidi dengan tujuan “kepentingan umum” merupakan logika sesat yang diwacanakan oleh rezim hari ini untuk mengalihkan anggaran publik ke pembangunan infrastruktur yang menjadikan akses transportasi dan arus modal semakin lancar sehingga mempercepat akumulasi modal dalam mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia. Pencabutan subsidi ini juga bertujuan menumbuhkan persaingan yang sehat antara swasta dengan BUMN karena dengan adanya subsidi maka harga jual BUMN tidak mampu tersaingi oleh swasta yang menyebabkan usaha pemodal tidak berkembang terutama pada sektor Perminyakan (BBM) dan Listrik yang menjadi kebutuhan pokok rakyat.
Hal tersebut tentunya akan semakin meningkatkan kesenjangan antara si kaya dan si miskin dalam kehidupan ekonomi, sosial dan politik yang akan berkolerasi dengan meningkatnya angka perpindahan penduduk dari desa ke kota untuk menjadi buruh karena masifnya perampasan lahan dan tanah rakyat untuk pembangunan dan perluasan Industri milik pemodal dan “keterpaksaan” rakyat dalam menerima sistem kerja kontrak, upah murah dan outsorching di sektor buruh untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin mahal.
Pengekangan Demokrasi untuk Meredam Perlawanan Rakyat
Dalam
mengeluarkan kebijakan yang anti rakyat, rezim hari ini mendapat
tantangan yang serius untuk mengamankan modal investasi di Indonesia.
Represifitas dan kriminalisasi bahkan pembunuhan misterius bukan menjadi
hal yang baru bagi sejarah bangsa Indonesia hari ini. Kita mengenal
masa pemerintahan Orde Baru (1965 – 1998) dimana terjadi pembungkaman
massa terhadap setiap bentuk kritikan terhadap rezim. Setiap upaya yang
hendak melawan kebijakan yan dikeluarkan oleh rezim akan direpresif,
kebebasan berekspresi dan beraspirasi tidak diberikan, pers dilarang,
organisasi dilarang dan hanya boleh berorganisasi dalam wadah yang
dibentuk pemerintah. Setiap orang atau kelompok yang melawan dituduh
subversif, dicap komunis dan anti demokrasi sehingga tidak sedikit
mahasiswa dan rakyat yang ditangkap dan diculik oleh militer tanpa
proses peradilan yang jelas.
Semua hal tersebut dilakukan
untuk memperkaya rezim dan kelompoknya, menguras SDA dan memanipulasi
uang rakyat untuk kepentingan pribadi dan memperbanyak hutang luar negri
yang diwariskan kepada generasi. Namun, perlahan tapi kekecewaan rakyat
memuncak dan melakukan gerakan yang mampu melengserkan Rezim Orde Baru
tersebut lewat perjuangan yang sangat berat mengorbankan ratusan nyawa
dan berbagai tragedi seperti tragedi Semanggi, tragedi trisakti hingga
pendudukan DPR/MPR yang memaksa Soeharto mengundurkan diri.
Setelah
reformasi, kebebasan berekspresi, beraspirasi dan berorganisasi mulai
dirasakan oleh rakyat Indonesia, namun seiring masifnya modal maka akan
berkorelasi dengan perlawanan rakyat yang semakin radikal akibat
penghisapan dan penindasan yang dirasakan rakyat. Rakyat semakin sadar
akan ketertindasannya dengan melakukan aksi-aksi melawan kebijakan yang
tidak berpihak terhadap rakyat.
Perlawanan buruh dalam
menolak upah murah dan sistem kerja kontrak yang tertuang dalam PP nomor
78 tahun 2015 mendapatkan represifitas dari aparat dengan penangkapan
26 aktivis buruh dan mahasiswa yang bersolidaritas. Begitupun juga
dengan represifitas atas perlawanan petani yang menolak sawahnya
dirampas oleh koorporasi. Pengekangan demokrasi juga dirasakan ketika
organisasi yang sering mengkritisi kebijakan pemerintah akan diberikan
cap komunis hingga anti demokrasi.
Watak Militerisme sering
ditunjukkan oleh rezim dalam berbagai kehidupan rakyat seperti
pembubaran pameran lukisan di Yogyakarta, Ancaman Drop Out (DO) bagi
Mahasiswa yang mengadakan perpustakaan Jalanan dan terakhir, pembubaran
organisasi/serikat dikampus, ditempat kerja (termasuk yang baru-baru ini
pembubaran HTI) yang selanjutnya akan menjadi alasan pemerintah
membubarkan gerakan rakyat yang mengkritisi kebijakan pemerintah,
pembubaran tanpa melalui proses hukum dan bukti yang ilmiah. Hal ini
dilakukan untuk menekan rakyat agar tunduk dan patuh terhadap kebijakan
rezim sehingga dianggap dapat menimbulkan keamanan dan ketertiban
masyarakat.
Oleh karena itu, GERAKAN MAHASISWA UNTUK RAKYAT dengan tegas menyerukan kepada rakyat Indonesia untuk membangun persatuan mendesak Negara mengembalikan Subsidi yang menjadi hak rakyat seperti yang tertuang dalam UUD 1945 dan menjamin kebebasan berekspresi, beraspirasi dan berorganisasi. Dan menuntut untuk :
1. Lawan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL)
2. Lawan privatisasi di sektor publik
3. Hentikan pembubaran organisasi tanpa peradilan
4. Berikan demokrasi seluas-luasnya
5. Kembalikan MILITER ke barak
Jakarta, 12 Mei 2017
GMUR (Gerakan Mahasiswa untuk Rakyat)
Narahubung:
Agam (082339854470)
Mario (085697248674)
Oleh karena itu, GERAKAN MAHASISWA UNTUK RAKYAT dengan tegas menyerukan kepada rakyat Indonesia untuk membangun persatuan mendesak Negara mengembalikan Subsidi yang menjadi hak rakyat seperti yang tertuang dalam UUD 1945 dan menjamin kebebasan berekspresi, beraspirasi dan berorganisasi. Dan menuntut untuk :
1. Lawan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL)
2. Lawan privatisasi di sektor publik
3. Hentikan pembubaran organisasi tanpa peradilan
4. Berikan demokrasi seluas-luasnya
5. Kembalikan MILITER ke barak
Jakarta, 12 Mei 2017
GMUR (Gerakan Mahasiswa untuk Rakyat)
Narahubung:
Agam (082339854470)
Mario (085697248674)
No comments
Post a Comment