Kiri Sosial membuka ruang bagi kawan-kawan yang ingin berkontribusi pada Kirisosial.blog. Kami menerima kontribusi dalam bentuk artikel terjemahan yang memuat tentang inspirasi gerakan yang partisipatif atau tentang inspirasi persatuan. Silahkan kirim terjemahan anda melalui inbox FB atau kirim melalui kirisosial@gmail.com. Terimakasih

SERUAN AKSI 21 MEI 2107 DARI MAKASSAR

21 Mei 2017, bergerak serentak.


Selain di Jakarta--dimana puluhan organisasi gerakan yang mayoritas terdiri dari serikat buruh, juga beberapa organisasi mahasiswa, organisasi LGBT, organisasi pendamping petani, aliansi multi sektor dan beberapa organisasi politik kerakyatan--yang akan melakukan aksi peringatan jatuhnya Soeharto, di Makassar, aksi serupapun akan di gelar.

Dua organisasi lokal Federasi Mahasiswa Kerakyatan di kota Makassar, yakni Front Mahasiswa Kerakyatan dan Serikat Perempuan Indonesia, menyerukan pada seluruh lapisan masyarakat untuk melakukan aksi pada tanggal 21 Mei 2017, sebagai bagian dari peringatan jatuhnya Soeherto pada tahun 1998.


Di samping itu, mereka juga menyimpulkan bahwa saat ini, kekuatan politik Orde Baru justru makin menguat, sehingga perlawanan terhadap kebangkitan politik Orde Baru ini harus dilakukan sekuat-kuatnya, untuk memastikan demokrasi seluas-luasnya bagi rakyat, sebagai sarana untuk mencapai pemenuhan kesejahateraan rakyat.

Dan berikut ini seruan aksi dari Makassar:





Peringatan
Jika Rakyat Pergi 
Ketika Penguasa Pidato 
Kita Harus Hati-Hati 
Barangkali Mereka Putus Asa

Kalau Rakyat Bersembunyi 
Dan Berbisik-Bisik 
Ketika Membicarakan Masalahnya Sendiri 
Penguasa Harus Waspada Dan Belajar Mendengar

Bila Rakyat Berani Mengeluh 
Itu Artinya Sudah Gawat 
Dan Bila Omongan Penguasa 
Tidak Boleh Dibantah 
Kebenaran Pasti Terancam

Apabila Usul Ditolak Tanpa Ditimbang 
Suara Dibungkam Kritik Dilarang Tanpa Alasan 
Dituduh Subversif Dan Mengganggu Keamanan 
Maka Hanya Ada Satu Kata: Lawan!

 
(Wiji Thukul, 1986)



SERUAN PERLAWANAN 21 MEI:

Lawan Kebangkitan Orde Baru dan Bangun Demokrasi Kerakyatan


Orde Baru muncul dari sejarah yang diotak-atik menjadi fitnah, Pondasinya ditopang oleh lautan darah jutaan jiwa yang dibantainya, Sampai keruntuhannyapun masih menyisakan malapetaka.

Selama 32 tahun berkuasa manipulasi sejarah Indonesia, penghancuran gagasan kritis sampai pemberangusan organisasi-organisasi kerakyatan dan penghancuran ekosistem yang dibingkai dengan narasi pembangunan revolusi hijau. Selain itu landasan Indonesia berbangsa pun turut direkayasa yaitu satu bangsa di bawah moncong senjata, dalam keseragaman Pancasila dan pembangunan untuk keuntungan kroni-kroni terkaya.

19 tahun lalu, gelombang demonstrasi massal dari pelbagai penjuru. Buruh, tani, mahasiswa, kaum miskin kota, semua berkonsolidasi dan bergerak untuk satu tujuan: menurunkan Soeharto dan memulai reformasi. Gelombang demonstrasi itulah yang membuat Soeharto, pemimpin rezim militeristik orde baru menyatakan berhenti dari jabatannya selaku Presiden RI pada 21 Mei 1998. Namun sayangnya, kekuasaan dan militerisme Orde Baru tidak pernah benar-benar jatuh. Kekuatannya masih bercokol dan beranak pinak menjadi oligarki yang kuat mencengkram segala lini kehidupan masyarakat, membajak cita-cita reformasi dan menggerogoti demokrasi. Unsur-unsur yang menopang orde baru semakin kuat dan tetap menjadi ancaman bagi bangsa hari ini.

Modal Asing

Pasca kudeta 1965 berdirilah tirani ordebaru, gagasan kemandirian ekonomi, politik dan sosial budaya oleh sang proklamator terhenti saat itu juga. Indonesia pasca 1965 adalah Indonesia yang takluk dalam pusaran kapitalisme global, menjadi penyedia tenaga kerja dan kekayaan alam serta pasar yang hebat bagi keberlangsungan kapital. UU NO. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan UU NO. 6/1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah hadiah Orde Baru bagi kapitalisme global, seiring dengan Kontrak Karya generasi pertama Freeport 1967 pada imprealis AS.

Gelombang Reformasi sama sekali gagal dalam menyelesaian problem sosial ekonomi, walaupun berhasil membuka sedikit ruang gerak bagi demokrasi, namun disisi lain agenda reformasi semakin membuka ruang selebar-lebarnya bagi pasar bebas masuk ke Indonesia. Kekuatan modal semain mengakibatkan ketimpangan sosial di Indonesia, kebijakan negara yang hadir hari ini dihadirkan untuk melancarkan sirkulasi kapital, dan pada akhirnya rakyat yang menjadi korban. Misalnya pembangunan kota menyebabkan rakyat tersingkir dari ruang sosialnya sendiri, upah yang tidak sesuai dengan kebutuhan buruh, semakin mahalnya biaya kuliah, tanah petani dirampas dan dijadikan lahan industri, dsb merupakan masalah yang dihadapi oleh rakyat hari ini, ditambah lagi dengan kebijakan negara yang menentang segala bentuk penyampaian aspirasi oleh rakyat. Masalah-masalah demikian yang hadir hari ini hampir serupa dengan masalah yang hadir di Orde Baru, bahkan merupakan masalah laten yang diciptkakan oleh tirani Orde Baru.

Militerisme 


Agenda pencabutan dwifungsi ABRI/TNI dikerdilkan dengan munculnya kembali aturan perundang-undangan yang mengupayakan kembali keterlibatan TNI dalam berbagai kehidupan sipil, seperti munculnya Undang-Undang Penanganan Konflik Sosial, Rancangan Perubahan UU Terorisme, Rancangan Undang-undang Pilkada, Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional.

Keterlibatan TNI dalam keseluruhan upaya penyelesaian konflik (penggusuran, intoleransi, pembagunan) justru semakin memperburuk kondisi sipil. Terlebih lagi dalam penyelesaian konflik di wilayah Papua. Dominasi TNI telah meruntuhkan seluruh tatanan supremasi hukum dan pemenuhan hak asasi manusia bagi rakyat Papua. Reformasi ’98 gagal mengakhiri penutupan akses jurnalis asing ke Papua, pembunuhan dan penghilangan aktivis-aktivis Papua, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, pembungkaman kemerdekaan berekspresi dan berkumpul, pengabaian hak-hak masyarakat adat di Papua, eksploitasi sumber daya alam yang merusak alam Papua, dan lain sebagainya.

Partai Politik Elit (Borjuis Nasional)

Reformasi di negeri ini sama sekali tak memberikan “pembelajaran” pada pelaku utama kekejaman termasuk pada instrumen politik yang menjadi alat pendukungnya. Golongan Karya sebagai alat politik utama rezim Orba hanya sekedar diberi kesempatan berubah menjadi Partai Golkar. Padahal semua komponen di dalamnya praktis tak berubah. Barangkali hanya keluarga Soeharto saja, yang tidak berada dalam partai baru wajah lama itu.

Golkar yang merupakan mesin politik Orde Baru sudah tentu tak bisa diabaikan perannya dalam rezim Orde Baru. Karena itu terasa aneh ketika dalam pemilu pertama di era reformasi Golkar yang berubah menjadi Partai Golkar itu tetap mendapat kesempatan. Padahal pelaksanaan pemilu sepanjang Orde Baru kejahatan politik Golkar sulit diingkari. Bukan hanya kecurangan pemilu yang melekat kuat sehingga pemilu tak lebih sekedar seremoni politik. Keterlibatan Golkar dalam berbagai tindak kekerasan di daerah yang kalah seperti di Aceh, sudah menjadi rahasia umum.

Golkar praktis memperlihatkan sikap manis sebagai kekuatan politik hanya pada pelaksanaan Pemilu 1999, yang dianggap sebagai pemilu paling bersih di era Reformasi. Setelah itu mulai kelihatan wajah asli Golkar melalui kader-kader partai di berbagai daerah dalam mewarnai wajah pelaksanaan pemilu.

Jangan lupa, melalui politik tebar jaring, kader-kader Golkar masuk ke berbagai partai politik sebagai bagian riil dari upaya melanjutkan rezim Orde Baru dengan wajah hanya sedikit berbeda. Konservatisme dan pragmatisme politik Golkar terus merebak melalui cara-cara kerja politik, yang memanfaatkan “penyakit mudah lupa” masyarakat negeri ini.

Manuver Golkar, termasuk partai-partai politik yang di dalamnya bercokol kader Golkar berperan besar dalam mencegah proses hukum dan politik terhadap Soeharto. Belakangan bahkan ketika tingkat rasa lupa masyarakat makin mengental ditambah ketakmampuan pemerintahan baru menyelesaikan berbagai persoalan ekonomi muncul usulan kontroversial untuk menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional.

Sangat luar biasa bukan? Seorang pemimpin berlumur darah, yang telah menggadaikan negeri ini pada kekuatan asing demi memperkuat kekuasaannya setelah dilengserkan melalui pengorbanan nyawa rakyat dan mahasiswa secara ironis justru berubah image untuk diusulkan menjadi pahlawan.

Bagaimana Melawan Tirani Orde Baru

Berjuang melawan sejarah Orde Baru adalah perjuangan melawan lupa, sekaligus perjuangan memahami apa yang terjadi hari ini sehingga tahu bagaimana menentukan masa depan. Hanya dalam perjuangan politik mengubah relasi kekuasaan saat ini, yakni seperti yang dikatakan Pramoedya Ananta Toer agar generasi muda menghancurkan orde baru hingga ke akar-akarnya, hingga ke begundal-begundalnya yang paling rendah sekalipun, keadilan memiliki peluang dimenangkan. tentunya juga harus tersedianya panggung Demokrasi yang seluas-luasnya bagi rakyat, agar rakyat memiliki ruang gerak yang bebas dalam menyampaikan pendapatnya. Karena sejatinya demokrasi ketika kepentingan rakyat diatas segalanya.

Oleh karena itu Federasi Mahasiswa Kerakyatan Kolektif Kota Makassar dalam hal ini Front Mahasiswa Kerakyatan dan Serikat Perempuan Indonesia kembali mengajak seluruh masyarakat sipil, baik itu buruh, petani, nelayan, mahasiswa, kaum miskin kota, perempuan, LGBT, dan seluruh masyarakat yg menjadi korban kejahatan Tirani Orde Baru untuk bersama sama menyerukan "LAWAN KEBANGKITAN ORDE BARU DAN BANGUN DEMOKRASI KERAKYATAN".



SALAM PERJUANGAN!!!

SALAM KESETARAAN!!!

HIDUP RAKYAT!!!



Penulis: Depertemen Politik dan Aksi Massa

Front Mahasiswa Kerakyata

Cp. 085299983614

No comments

Powered by Blogger.